Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Menjadi Perempuan Mandiri yang Tidak Tergantung pada Laki-laki

24 Agustus 2016   12:03 Diperbarui: 24 Agustus 2016   12:15 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan...bukan maksud untuk mengabaikan peran Laki - laki atau suami dalam dalam hidup perempuan, juga tidak mengajak untuk bersikap 'cuek' dan merasa tidak membutuhkan sosok laki- laki dalam hidup seorang perempuan, juga tidak untuk ' meremehkan'  laki -'laki, hanya memberikan gambaran, alangkah lebih menyenangkan bila seorang perempuan bisa hidup 'lebih' mandiri tanpa kelihatan sangat bergantung kepada laki - laki atau suami.

Benar apa yang menjadi cita - cita ibu RA Kartini, bahwa seorang perempuan jangan 'hanya' hidup dibawah ' ketiak' laki - laki, san hanya menjadi 'perempuan 'wingking'  yang hanya hidup di 'belakang' karena perempuan juga punya potensi, dan kemampuan, bahkan kandang - kadang melebihi laki - laki, tetapi tetap bersikap hormat dan menghargai laki - laki dalam hidup berumah tangga.

Tulisan ini terinspirasi dari kehidupan rumah tangga seorang rekan sekerja yang baru saja ditinggal suaminya 'pergi untuk selama - lamanya'.

Bermula dari awal pernikahan mereka yang sangat meriah, mewah dan bergensi, sampai membuat beberapa dari kami 'sempat' dibuat iri, karena sepertinya sangat beruntung teman kami tersebut, sudah mendapatkan suami ganteng, kaya, dan penuh perhatian, ini menurut pandangan kami.

Bahkan kemudian mereka akhirnya dianugerahi dua orang putra dan putri, yang cakep dan cantik, melengkapi kebahagiaan mereka, yang sebelum menikah, mereka sudah siap dengan rumah dengan segala perabotan yang lengkap dan juga mobil.

Namun sangat disayangkan, teman kami tersebut sangat tergantung dengan suaminya, kemanapun dan dimanapun harus diantar dan ditemani sang suami, jadi apabila kami mempunyai acara bersama rekan - rekan sekantor, teman kami tersebut 'hanya' bisa ikut apabila diantar suaminya. Kami sempat menyarankan untuk belajar stir mobil atau belajar mengendarai sepeda motor, sehingga kemana - mana tanpa perlu diantar atau menunggu suaminya, tapi dia malah dengan 'bangganya' mengatakan kalau suaminya sanggup dan bersedia mengantar dia  kemanapun dan kapanpun, tanpa dia perlu berepot - repot membawa motor atau mobil sendiri, aaahh....semakin 'membuat' kami iri saja.... :D

Beberapa tahun berlalu, dan suatu saat kami mendapat kabar, kalau suami teman kami teesebut menjalani Rawat Inap di rumah sakit tempat kami bekerja, diagnosa pertama dari dokter adalah jantung, dan beberapa minggu akhirnya boleh pulang, tapi baru beberapa hari pulang ke rumah, dia mengalami kejang - kejang dan ditengah malam, akhirnya dibawa kembali ke Rumah Sakit, dan diangnosa beralih pada penyakit syaraf, tapi berhari - hari Rawat Inap, belum mengalami perubahan dan masih kejang - kejang, akhirnya diputuskan untuk dilakukan tindakan MRI, dan dari hasil MRI akhirnya diketemukan ada benjolan sejenis tumor di otaknya, akhirnya dirujuk ke sebuah RS Swasta terkenal di Jakarta, disana dilakukan biopsi dan hasil biopsi menunjukkan jenis tumor tersebut adalah tumor ganas, dan harus dilakukan kemoterapi, dan baru menjalani beberapa kali kemotetapi, akhirnya suami teman saya tersebut tidak kuat, dan,akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di ICU Rumah Sakit tempat kami bekerja.

Yang sangat disayangkan dari kami teman - temannya adalah teman kami tersebut tidak bisa mandiri, semua bergantung pada suami, dan pada saat situasi seperti itu, siapa yang bisa diandalkan, karena selama ini hanya bergantung pada laki - laki, satu hal yang disyukuri, dia masih bekerja, dan tidak melepaskan pekerjaannya, sehingga disaat seperti itu, dia masih punya ' pegangan' dan tidak bergantung pada mertua ataupun saudara -saudaranya.

Demikian sedikit gambaran, mengapa kita perempuan harus mandiri, sebisa mungkin mengerjakan sendiri apa yang bisa dikerjakan sendiri tanpa perlu bergantung pada laki - laki, semua keputusan semua hal jangan digantungkan pada laki - laki, sehingga saat situasi sulit dan genting, perempuan bisa melakukan sendiri, bisa mengambil tindakan dan keputusan sendiri tanpa menunggu dari suami, tapi bukan berarti perempuan terus merasa 'bisa' dan akhirnya meremehkan dan menyepelekan suami, tetap hormati dan hargai suami sebagai Kepala Keluarga tanpa ada rasa mengabaikan dan merendahkan, meskipun perempuan mampu dan mandiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun