Matahari mulai mengintip di ujung jendela kamarku, mata ini masih berat untuk terbuka, dan masih menyisakan bayangan mimpi semalam.
"Ibu sudah bangun? Dita sudah siapkan sarapan untuk ibu." Kata putriku sambil menuntunku ke arah ruang makan.
Aku berjalan di setiap langkahku yang lemah, punggung yang berat dan mata yang sudah tak jelas memandang, hanya ada bayangan masa lalu. Dimana aku kecil dibesarkan di rumah ini.
Mataku menatap setiap sudut ruangan yang sudah dimakan usia, bingkai foto yang menempel di dinding ruang ini, seakan menayangkan cerita lama dimana aku duduk dipangkuan ibuku saat bayi, lalu saat aku mulai sekolah dan wisuda. Dan diruang tengah terpampang foto sepasang insan Tuhan yang sedang berbahagia, bahkan aku ingat betul pertengahan musim panas itu kami berucap janji suci.
Ohhh... Tuhan ingatanku ternyata tak setua umurku, semua sudut rumah ini masih menampakan bayangannya dan kehangatan keluarga masih berasa di rumah ini.
Tak terasa langkah kakiku berhenti diruang makan, anakku dan cucuku sudah menunggu di sana, meja makan yang terbuat dari kayu jati ini lebih tua dari usiaku, disini aku ingat betul saat ibu menyuapiku setiap pagi dan ayah yang slalu duduk dikursi yang kutempati ini.
Mata ini tak henti memandang anak dan cucuku, karena suatu hari nanti 'ku tak bisa menatap senyuman mereka lagi dan tak dapat makan bersama lagi di sini.
"Nenek besok Azzam mau pergi ke Jogja untuk kuliah, kalau Azzam wisuda nenek datang ya!"
"Azzam jika nenek diberi umur panjang pasti nenek datang, pergilah sejauh mungkin untuk menempuh ilmu lalu kembalilah, karena sejauh-jauhnya kamu pergi, kamu akan kembali kepada keluargamu."
 Aku berharap setelah kematianku nanti keluargaku masih sehangat ini, dalam harapan dan doa kumenyebut namaMu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H