Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sekuntum Bunga Hitam untuk Tikus-tikus yang Rakus

18 Maret 2015   20:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:27 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426489393543501963

[caption id="attachment_355700" align="aligncenter" width="300" caption="www.wartabuana.com"][/caption]

Alamakjan
makin nyaring saja tikus-tikus bicara
suaranya sumbar, blak-blakan
tiada beda oh sungguh tiada beda
mana mulut mana comberan
mana sungut mana pencerahan
.
mengerat sepotong keju?
aduh liur tak lagi selera
menjilat setetes tebu?
maaf nafsu tak juga bergelora
.
saatnya melahap hidangan istimewa
waktunya membangun seribu pabrik gula
mengeruk harta karun
timbun menimbun
tak mengapa beranjak tambun
toh genit betina setia berkerumun
.
hahaha, para tikus tertawa
: kamilah raja di atas raja
pada tangan ini penuh segala kuasa
alangkah lucunya manusia
jadikan kami wakil pilihan
kami ini hanyalah tikus-tikus berpakaian
.
tikus-tikus kini berkoloni
seketika mahir meramu tajam opini
lempar-lempar batu
sembunyi seperti kutu
gasak gesek harta negeri
siapkan berjuta alibi
.
tikus-tikus tak menyantap butiran beras
berleha saat harga semakin tak waras
cukup menatap cermin
belajar akting ucapkan prihatin
selebihnya biarkan saja manusia membatin
yang penting bukan kami
: para tikus munafikin
.
tikus-tikus lupa diri
tak berhenti
terus saja mencuri
jiwanya sudah terkebiri
pada aturan hukum tak kenal ngeri
senangnya mengendap di koridor kiri
.
ketika lapar mendera
manusia silih menggugat
takdir hidup di atas tanah angkara
rasa-rasa hati inginnya segera minggat
duh Gusti,
semoga para tikus cepat mati
kami ingin merdeka sampai mati
.
yang sengsara cucurkan air mata
peluk erat berpucuk-pucuk doa
semoga dajal yang berdetak di nadi para penguasa
segera binasa
biar negeri ini tak lagi nelangsa
sejahtera berjaya
.
atau mestikah terucap sumpah serapah?
demi musnah
si tikus-tikus pongah
kemudian manusia-manusia merdeka
sukarela berziarah
membawa setangkai mawar hitam berkelopak duka
perlambang kelam sekelam-kelam sejarah
.
.
Kampung Hujan, 180315
.
.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun