[caption id="attachment_329169" align="alignnone" width="300" caption="www.artlimited.net"][/caption]
Dulu lidah ini pernah rapat terlipat
tapi mata tetap jeli melihat
telinga awas mendengar
isi kepala dan hati tak henti berputar
.
barangkali aku yang bodoh
atau pura-pura bodoh?
walau sebatas basi ucapan
tak bisa kucorongkan lisan untuk melawan
.
hingga kutemui duniaku sendiri
dunia penuh gemerlap diksi
mereka bilang itu sajak atau puisi
pilah bahasa dari ruang-ruang di hati
.
tulis...tulis...tulis...
sepenggal atau berpenggal-penggal
rapi berima atau kacau tersengal
goreskan saja jangan sampai mengikis
.
barangkali semesta kan merubah parasnya
pilu berganti bahagia
tangis terserap gelak tawa
sementara silih hapus nestapa
.
dulu...duniaku satu tanpa warna
pahit, seperti kopi tanpa gula
suram, seperti langit tanpa bintang
terperangkap semu wejang bayangan
.
kini ruang semakin lapang
gemulai nafas beranjak benderang
tak ada hitam tak ada kelam
tak lagi kencang berlari tak juga selalu bertekuk diam
.
hingga kuketuk-ketuk jemariku
untuk terus berlagu
nyanyikan indah sajak-sajak cinta
tanpa jeda tanpa koma
.
.
Kampung Hujan, 151014
.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H