[caption id="attachment_314247" align="aligncenter" width="650" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Aku mematut-matut wajah resah membasah peluhku luruh waktu terus menerus ku coba bunuh tapi ternyata percuma akulah yang terbunuh sang waktu tajam matanya memberai nafasku aku lesap dalam panah detak yang memburu . Hei kulihat dari kejauhan ada yang menahan tangis dalam keriuhan mereka menahan air mata yang membendung dalam kelopak senja semestinya biarkan saja terjatuh biar mengaduh hingga jenuh walau tak ada kantung tuk menampung rintih lara yang tak pernah rampung . Membakar isak kobarkan segala sesak sulut dengan kobar api yang tak pernah lelap termakan usia biarkan menyala...biarkan tetap menyala . Ah, ternyata ada banyak cerita di awal Januari bukan saja tentang jiwa-jiwa yang dikebiri ada juga cerita gerahnya tungku pemasak nasi karena bahan bakar melonjak tinggi hingga dagelan politik di sana-sini yang membuat geli perutku sendiri . Mulut ini meracau bengis gerimis Januari tak lagi romantis segala janji memang terasa manis padahal di penghujung buat hati lebih menangis . Kembalikan Januariku awalku membuka lembaran baru bersama indah gerimis membisu bukan panas yang terasa mengggangu karena kemarau tak sabar menunggu waktu meretas hujan jadi panggilan kalbu . Duhai kemarau pulanglah saja dulu kembalilah bila Januari telah berlalu . . Kampung Hujan, 060114 . .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI