Mohon tunggu...
Dewi Pagi
Dewi Pagi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Say it with poems & a piece of cake...| di Kampung Hujan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Terbelit Hutang; Usaha Bangkrut, Imannya Ikutan Bangkrut

2 Mei 2014   23:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, saya terdiam cukup lama saat membaca sebuah berita di koran yang cukup bikin hati saya miris membacanya. Bukan untuk pertama kalinya saya mengetahui tentang ini karena memang banyak kasus serupa yang terjadi.

'Wanita Tewas Minum Racun Mengajak Anak dan Cucunya', begitulah judul beritanya. Saya pun melumat habis isi berita plus beberapa keterangan dari orang-orang terdekat dan juga opini dari seorang psikolog.

Wanita tersebut memiliki dua buah toko matrial yang cukup besar dan sudah berjalan puluhan tahun. Belakangan, usahanya ditimpa masalah dan mulai menunggak tagihan pada beberapa supplier. Puncaknya, ketika ada salah satu sales supplier semen yang menagih dengan cara yang kasar dan tidak mau tahu dengan kesulitan pemilik usaha.

Karena terus didesak dan tak mampu membayar hutang-hutangnya, wanita ini mengambil jalan pintas, ia mengajak (nyaris) seluruh keluarganya yang memang ikut mengelola usaha itu untuk bunuh diri massal dengan cara meminum racun. Alhasil, beberapa orang bisa selamat, sedangkan wanita tersebut beserta anak dan cucunya yang masih kecil tak bisa diselamatkan karena sudah terlambat.

Tak lama sejak berita itu saya baca, kemudian ada salah seorang kenalan saya bercerita, kebetulan dia adalah pemilik pabrik meja makan. Kenalan saya ini bercerita bahwa salah satu pemilik toko furniture langganannya, nyaris gantung diri karena stress berat akibat terlilit hutang sekitar 20 milyar pada banyak supplier.

Kalau kasus yang ke-2 ini akibat kesalahan sendiri, kalah judi di Macau. Usaha yang sudah berjalan puluhan tahun, menyisakan hutang tak terkira karena kegemarannya berjudi baik di casino mau pun online. Begitu terjerat hutang, bunuh diri seperti jadi solusi dan harga mati. Oh iya, dia ini juga seorang wanita.

Dari dua contoh di atas, saya jadi teringat masalah yang pernah menimpa saya. Kebetulan saya juga wanita yang selalu 'gatel' kalau lihat ada peluang usaha. Saya pun pernah terperosok gara-gara usaha. Begitu banyak masalah di dunia ini yang bikin pening kepala juga hati. Tetapi urusan hutang sepertinya yang paling menyiksa diri. Tidak bisa tidur, gelisah, takut, cemas, was-was, paranoid, otak mumet dan jalan seolah buntu.

Saya sangat memahami karena pernah mengalami. Begini ceritanya, saya pernah memiliki 9 buah kartu kredit dan 2 buah KTA secara bersamaan dengan limit yang cukup besar. Dulu saya berpikir saya akan mengelola 'dana pinjaman' dari kartu kredit dan KTA itu untuk dijadikan modal usaha, alih-alih sebagai sampingan. Akhirnya, setelah saya 'cairkan' dalam bentuk uang, jadilah sebuah toko handphone yang dikelola oleh teman saya karena saya bekerja dan mengontrol dari jauh saja sebagai penanam modal.

Usaha itu hanya berjalan satu tahun. Kesalahan terbesar saya adalah terlalu percaya dan melepas begitu saja pada teman saya sehingga banyak hal terjadi di luar harapan saya yang membuat usaha itu 'terbunuh' pelan-pelan dan pailit. Beberapa aset dijual pun masih rugi besar. Sudah bisa dipastikan dong siapa yang paling dirugikan? Saya! Semua saya yang tanggung resikonya. Saya yang dulu sangat awam soal kartu kredit plus segala resikonya akhirnya kena getahnya.

Satu, dua, tiga bulan saya masih mampu menutup cicilan kartu kredit walau dengan minimun payment. Lama-lama saya 'mabok' sendiri. Gaji habis hanya untuk bayar hutang pada bank. Sedangkan bunganya terus berjalan dan semakin berbunga. Saya pun mulai banyak diteror para penagih dengan cara yang rata-rata kasar. Bahkan, mereka meneror ke kantor dan keluarga. Meski saya sudah bernegosiasi tentang kemampuan bayar, tetapi ketika meleset, mereka terus 'menghajar' saya dengan berbagai terapi shock.

Saya nyaris putus asa. Tidak ada orang yang bisa menolong saya ketika itu. Otak saya ikutan buntu, Tuhan pun sudah tidak saya anggap. Saya benci pada-Nya karena tidak mau menolong saya dan membiarkan saya dengan segala prasangka buruk saya. Saya katakan Tuhan pelit padahal Maha Kaya, saya katakan Tuhan sudah menyiksa saya dengan keadaan yang bikin saya nyaris stress.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun