Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Upaya Perusakan Moral Anak Melalui Lagu "Lelaki Kardus"

5 Juli 2016   18:02 Diperbarui: 5 Juli 2016   18:40 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada yang sudah mendengar lagunya? Melihat video klipnya? Saya sudah dua-duanya. Miris. Sedih. Tidak percaya. Bagaimana bisa ada manusia dewasa yang tega meminta beberapa anak dibawah umur untuk menyanyikan lagu tak terpuji macam itu. Apa tujuannya selain untuk meraup keuntungan atas penjualan lagu tersebut kalau bukan pundi-pundi rupiah? Namun dapat dipahami benar alibi lainnya yakni kritik terhadap kaum lelaki yang senang menikah beberapa kali.

Lagu Lelaki Kardus berisikan kalimat caci maki terhadap sang ayah yang menikah lagi lalu mengabaikan sang Ibu. Lalu, lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak ini nampaknya bermaksud menyampaikan sebuah kritikan dari anak kecil. Yang mana seorang anak tidak setuju melihat ayahnya berbuat demikian, serta sang anak juga kasihan melihat Ibu yang kerap kali menjadi sasaran kemarahan ayahnya.

Melalui lirik caci maki hina dina dan kata-kata kotor yang sungguh tak pantas keluar dari mulut anak-anak, sang pencipta lagu mencoba menyampaikan pesan kritikan tersebut.

Dalam video klip yang beredar di dunia maya, terlihat empat orang anak menyanyikan lagu Lelaki Kardus dengan tanpa memahami maknanya. Ya jelas saja, urusan pernikahan atau perselingkuhan yang dilakukan oleh orang dewasa atau ayah ibu adalah bukan urusan anak-anak. Hal tersebut bukan dunia mereka. Jelas saja anak-anak tersebut hanya sekedar menyanyikan dan tanpa sadar tengah menjadi alat perusakan moral oleh orang dewasa yang memintanya bernyanyi.

Mengapa saya katakan bahwa ini adalah upaya perusakan moral anak oleh orang dewasa? Lihat saja apa yang terjadi dalam lagu ini. Empat orang anak masih bau kencur diminta untuk bernyanyi mengucapkan kalimat yang sungguh jauh dari kata terpuji, bergaya menunjuk-nunjuk sang lelaki yang sedang mereka caci maki, lalu berulang kali mengucapkan kata-kata kotor yang benar-benar tak layak didengar lagi.

Anak adalah aset keluarga yang paling berharga. Bagaimana mereka tumbuh dan berkembang adalah tanggung jawab kita para orang tua. Lantas bagaimana dengan fenomena lagu Lelaki Kardus yang dinyanyikan oleh anak kecil ini? Dimana hati nurani manusia dewasa yang dengan bangga meminta mereka meyanyikannya?

Sungguh ini adalah cikal bakal hancurnya generasi bangsa melalui sebuah lagu yang tidak berguna. Bagaimana jika ada anak dibawah umur lainnya yang melihat video tersebut atau mendengarkan lagunya? Mereka mendengar yang menyanyikan adalah anak-anak dan yang bergaya dalam video juga anak-anak. Bukan tidak mungkin sejenak saja lagu ini akan berkumandang dimana-mana berkat anak-anak. Karena apa? Mereka mengira dan percaya bahwa lagu Lelaki Kardus adalah lagu anak-anak.

Jika ingin menyampaikan suatu kritik kepada orang lain, adalah bukan perbuatan yang elok jika harus memperalat anak di bawah umur. Memang suara anak kecil terdengar lebih tulus, tapi bukan berarti caci maki urusan orang dewasa perlu melibatkan anak-anak.

Sungguh lagu Lelaki Kardus yang dinyanyikan oleh beberapa anak kecil itu adalah bukan hiburan yang lucu dan menyenangkan. Anak-anak tersebut bernyanyi tanpa sebuah ekspresi! Dan ini artinya mereka tidak paham terhadap apa yang mereka ucapkan! Lalu sang pembuat lagu serta video bukan tidak mungkin tengah melompat kegirangan karena hasil karya bejadnya berhasil menarik perhatian banyak orang.

Munculnya peristiwa ini hendaknya mampu menarik simpati kita semua, para orang tua, para pecinta anak, dan para jajaran orang-orang terdidik yang peduli dengan kelangsungan tumbuh kembang generasi penerus bangsa.

Jangan rusak moral anak dengan cara apapun. Jika ingin menyampaikan suatu kritikan, sampaikanlah dengan cara yang lebih anggun. Karena anak bukanlah suatu alat yang bisa digunakan oleh orang dewasa dalam memuaskan isi kepalanya. Lindungilah anak-anak. Jangan manfaatkan sifat penurut mereka untuk hal-hal yang jauh dari rasa kemanusiaan.

(dnu, pernah menulis sambil nahan laper?? Saya pernah! Hahah...., 5 Juli 2016, 15.39 WIB)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun