Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sulitnya Menjadi Teman Terbaik ala Supir Taksi

11 Desember 2015   20:08 Diperbarui: 11 Desember 2015   20:11 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak supir taksi yang namanya saya rahasiakan ini telah sukses mengantar perjalanan siang saya (10/12) dari Jakarta Utara menuju Jakarta Selatan, dan kembali ke Jakarta Utara.

Seperti biasa, saya tertarik untuk berbincang tentang hal apa saja kepada supir yang mengantar saya pergi. Supir apapun itu. Kecuali ojek, karena agak susah ngajak ngobrolnya dan bedanya pandangan antara saya dengan dia. Dimana kalau naik ojek saya menatap ke depan, kadang ke kanan dan ke kiri, namun sang supir hanya menatap ke depan saja, tak pernah mencoba menatap saya yang setia duduk di belakangnya hahaha...

Seperti biasa saya menumpang taksi berwarna biru. Duduk di samping pak supir yang sedang bekerja, dan saya tertarik untuk bertanya tentang pekerjaannya sebelum ia bergabung dengan armada taksi ini.

Berdasarkan pengakuannya, ia bergabung dengan grup perusahaan sedan biru ini baru dua tahun. Sebelumnya ia lebih banyak menjadi supir pribadi sebuah keluarga, baik pejabat maupun pengusaha.

Baginya menjadi supir taksi lebih menyenangkan dan menenangkan dibandingkan menjadi supir pribadi. Karena jika menjadi supir pribadi menurutnya terlalu banyak hal-hal antar personal yang harus ia kompromikan.

Misalnya banyak peraturan yang dibuat sepihak oleh sang keluarga tanpa memikirkan hak sang supir, hingga sulitnya memahami karakter para majikan tempatnya bekerja.

Konflik pribadi justru sering terjadi kala menjadi supir pribadi. Ia harus banyak menahan perasaan, harus bisa menerima bagaimana pola pelampiasan kemarahan sang majikan, dan lain-lain.

Sebenarnya ia mengidamkan bisa menjadi seorang supir di sebuah perusahaan. Karena baginya suatu perusahaan memiliki aturan yang jelas dalam memperlakukan karyawannya, termasuk supir.

Namun apa daya, rezekinya malah berada di sebuah armada taksi berlogo burung biru ini. Jadilah sudah dua tahun ia amat menikmati profesinya sebagai supir taksi.

Membawa penumpang dengan berbagai tujuan telah membuatnya bahagia, karena ia merasa telah bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain dengan cara yang tidak terlalu sulit.

"Apalagi kalau saya berhasil cari jalan tikus mbak, dan bikin perjalanan tamu yang saya bawa jadi lancar, dia seneng, ga kena macet, cepet nyampenya dan dia puas... saya seneng banget tuh mbak..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun