Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Formal sebagai Akar Kehidupan, Bukan Cikal Bakal Barang Loakan

7 Maret 2016   13:22 Diperbarui: 7 Maret 2016   14:12 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dibawah ini semestinya bisa membuat kita dan siapa saja yang mengaku masih mebutuhkan pendidikan formal dalam proses kehidupan, tercambuk dan menjadi lebih semangat untuk belajar. Apa yang kita lihat adalah nampak seperti dokumen “buku tebal” dengan keterangan yang mengatakan bahwa barang tersebut adalah “buku skripsi”, yang pastinya belum tentu benar adanya. Namun dari keterangan gambar itu bisa kita ambil banyak pelajaran, yakni jangan sampai kita yang telah bersusah payah menempuh pendidikan namun pada akhirnya sia sia saja.

Hal ini adalah potret kehidupan yang memandang pendidikan formal dengan sebelah mata. Sesungguhnya pendidikan formal adalah salah satu akar kehidupan yang sama pentingnya dengan pendidikan moral dalam kehidupan sosial. Segala profesi yang ada di dunia ini tentu berlandaskan ilmu yang didapatkan di bangku pendidikan formal, dalam hal ini disebut dengan sekolah atau kampus.

Apakah seorang pemahat kayu bisa menghasilkan karya yang baik dan diminati dunia jika ia sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah? Bagaimana ia bisa melakuka perhitungan yang tepat terhadap sebilah kayu yang panjangnya sekian senti meter untuk bisa dibuat patung hewan yang membutuhkan panjang tubuh sekian senti meter? Bagaimana ia bisa menghitung berapa luas bangunan rumah-rumahan yang bisa dipahat dari sebuah kayu tanpa ia pernah mengerti tentang rumus luas ruang dari ilmu matematika? Dapatkah hal-hal lainnya dipelajari hanya dari kehidupan sosial saja? Mempelajari pengalaman hidup orang lain atau memperhatikan kesalahan-kesalahan orang lain saja lalu mengadopsi perbaikannya? Jawabannya adalah belum tentu. Kehidupan sosial tidak sepenuhnya bisa menuangkan ilmu dan wawasan yang ada di dalam pendidikan formal.

Jika ada yang berpendapat kita tetap bisa menghasilkan karya yang baik walau tanpa menempuh pendidikan formal, pertanyaan berikutnya apakah semuanya bisa dilakukan dengan maksimal? Lagi-lagi jawabannya adalah belum tentu.

Berangkat dari contoh tersebut maka setiap individu yang memiliki keberuntungan untuk bisa menempuh pendidikan hingga tingkat sekolah tinggi, sudah seharusnya memanfaatkan dengan baik akan kesempatan yang ada. Menyerap semua ilmunya dengan maksimal sehingga saat lulus nanti segala pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal yang lebih baik untuk berkarya bagi diri sendiri, keluarga, hingga bangsa dan negara.

Selain itu yang juga perlu berbenah diri adalah para pengelola institusi pendidikan di segala tingkatannya. Ketika para pelaku pendidikan tidak mengelola sistem pengajaran maupun bahan ajar dengan tepat maka apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar akan sia-sia.

Kredibilitas pengajar atau dosen juga menjadi hal utama yang harus dipertimbangkan. Adalah bukan hal yang dapat dimaklumi jika alih-alih pembayaran biaya kuliah yang terjangkau maka tim pengajar yang disediakan pun seadanya. Tidak menguasai ilmu yang diajar ataupun belum mencapai posisi tertentu yang diperbolehkan untuk mengajar. Hal-hal seperti ini yang juga menjadi cikal bakal “kekosongan diri” para anak didik atau mahasiswa saat lulus dari bangku kuliah, dan akibatnya ijazah tidak terpakai dan terjadilah momok sarjana yang menganggur.

Jadi, untuk yang memiliki kesempatan menempuh pendidikan hingga ke garis yang paling tinggi hendaknya bisa memanfaatka hal tersebut dengan baik, karena ilmu dalam kehidupan tidak hanya tersedia dalam interaksi sosial saja. Serta bagi para pengelola lembaga pendidikan juga harus mampu memberikan layanan dan “isi” dari ilmu dan pengetahuan yang terbaik sebagai bekal bagi seseorang untuk bisa mengasilkan karya dalam kehdiupannya.

 

(dnu, ditulis sambil nahan laper haha... 7 Maret 2016, 11.30 WIB)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun