Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemberlakuan Kartu Identitas Anak, Uji Nyali Kepatuhan Administrasi Orang Tua

17 Februari 2016   13:03 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:31 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2016 ini pemerintah Indonesia mulai memberlakukan kepemilikan Kartu Identitas Anak (KIA) bagi setiap anak mulai usia 0 – 17 tahun kurang 1 hari. Untuk bisa membuat KIA dibutuhkan dokumen berupa Akte Kelahiran dan Kartu Keluarga. Disini terlihat jelas maksud pemerintah dalam membuat catatan kependudukan melaui KIA ini yakni target utamanya adalah tertib administrasi sehingga dapat terdata dengan baik berapa jumlah penduduk yang sebenarnya.

Salah satu manfaat yang bisa didapat oleh seorang anak setelah memiliki KIA adalah bisa menabung sendiri di bank tanpa dibutuhkan KTP orang tuanya. Selebihnya adalah kepatuhan sebagai warga negara terhadap negaranya.

Sebagai ibu dari dua orang anak yakni satu putra dan satu putri saya melihatnya pemberlakukan KIA ini erat kaitannya dengan upaya pemerintah dalam melakukan tertib administrasi yang tidak hanya untuk anak. Melalui KIA akan terlihat seberapa baik surat-surat kependudukan yang dimiliki orang tuanya, karena jika orang tuanya tidak atau belum memiliki Kartu Kerluarga sudah tentu tidak dapat membuatkan KIA untuk anaknya.

Sekali mendayung dua sampai tiga pulau terlampaui. Dengan demikian maka tidak perlu dikhawatirkan lagi setiap orang tua yang taat hukum akan segera mengurus surat-surat kependudukan yang belum dimilikinya. Walaupun memang kepemilikan KIA saat ini belum wajib hukumnya, namun hal ini bisa menjadi trigger bagi para orang tua yang sayang anak agar melakukan perbaikan administrasi kependudukannya.

Dengan adanya program ini tentu diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang lahir tanpa pernikahan resmi orang tuanya. Tidak ada lagi anak yang tidak mengenal siapa orang tuanya, dan tidak ada lagi anak yang tidak tahu dimana ayah atau ibunya. Mungkin harapan ini berlebihan, tapi lihat saja, persyaratan mengajukan KIA adalah akte kelahiran dan Kartu Keluarga, maka sudah bisa dipastikan jika seorang anak memiliki 2 dokumen ini maka ia mengetahui siapa orang tuanya. Dan hal lainnya ialah akan meminimalisir kelahiran seorang bayi lucu yang tanpa identitas orang tuanya. Karena apa? Setiap anak berhak memiliki Kartu Identitas Anak.

Kini adalah waktu yang tepat jika kita ingin mendukung sepenuhnya program pemerintah Indonesia. Bisa jadi hal sederhana melalui KIA ini dapat mengubah pola kerja “sensus penduduk” yang selama ini dilakukan secara manual menjadi lebih terdata dengan mudah dan berbasis komputerisasi.

Keberadaan seorang anak bisa lebih mudah dipantau oleh pemerintah melalui program KIA. Dan bisa saja data KIA dapat dijadikan dasar bagi pemerintah dalam melakukan sosialisasi tidakan-tindakan preventif atas sebuah penyakit menular misalnya

Contohnya jika sedang marak suatu penyakit yang menyerang anak-anak, maka pemerintah dapat dengan mudah mengetahui seberapa banyak penduduk dalam rentang usia tersebut dan penyebaran tempat tinggalnya seperti apa. Dengan demikian dinas kesehatan dapat lebih mudah mengatur sosialisasi atau kampanye pencegahan atau apapun terkait pernyakit tersebut.

Berbeda dengan kondisi yang tidak diketahui seberapa banyak warga yang berusia anak-anak yang pemetaan tempat tinggalnya dimana saja, akan lebih sulit dan lama untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Banyak perbaikan yang bisa dilakukan pemerintah berdasarkan data KIA ini. Untuk itu kita sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya menaati dan menjalankan program yang tidak sulit dilakukan ini. Jika semua persyaratan sudah lengkap maka kita telah siap mengajukan permohonan pembuatan KIA.

Anak terdata, orang tua pun bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun