Manusia sebagai makhluk sosial sejatinya memang tidak bisa hidup tanpa orang lain, selain untuk saling membentu juga saling memberi warna dalam hidup. Bayangkan jika seseorang hanya sendirian, dipastikan hidupnya tidak bisa berjalan. Predikat makhluk sosial melekat dengan segala perkembangannya, termasuk di era saat ini yang semuanya serba maju. Teknologi berkembang pesat, setiap waktu ada saja sesuatu yang baru disajikan ke tengah-tengah masyarakat dengan tujuan mempermudah aktifitas kehidupannya. Jauh sebelum masyarakat mampu memanggil transportasi ojek dengan menggunakan aplikasi, tentu sudah banyak pemanfaatan teknologi bagi kelangsungan hidup manusia. Bedanya, hari ini hampir seluruh sisi kehidupan senantiasa bersinggungan dengan teknologi. Termasuk diantaranya adalah menjamurnya media sosial, di mana wadah ini membuat masyarakat mudah untuk mengekspresikan dirinya di segala keadaan, mulai dari sangat bahagia hingga saat-saat yang paling menyedihkan.
Dalam perkembangannya saat ini media sosial telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat mulai dari kelompok usia anak-anak hingga dewasa dan seterusnya. Pengguna media sosial bisa jadi berkembang setiap harinya, hal ini sejalan dengan hakikat manusia yang sebagai makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok. Dengan tergabungnya pada media sosial maka individu akan tetap memiliki ikatan dengan orang lain walaupun dalam ikatan yang tidak nyata alias melalui dunia maya. Sederhananya, melalui media sosial setiap orang akan memiliki teman, baik mempererat pertemanan yang sudah ada ataupun menambah relasi-relasi baru yang dapat memberikan pemenuhan kebutuhan hidup dalam hal bersosialiasi. Dengan adanya kelompok pertemanan di media sosial ini setiap individu akan merasa tetap hidup walau sehari-hari hidupnya hanya melalui dunia maya.
Karakteristik manusia yang memiliki rasa ingin diakui benar-benar bak gayung bersambut dengan menjamurnya penggunaan media sosial. Sebagian orang menganggap media sosial menjadi wadah yang ampuh bagi setiap penggunanya jika ingin menunjukkan aktifitas hidupnya sehari-hari, dalam hal ini untuk kebutuhan diakui oleh lingkungan. Mudah saja, jika ingin terlihat sebagai orang yang bergelimangan harta tinggal unggah saja beragam foto diri yang mencerminkan hal tersebut. Atau sebaliknya, jika seseorang kerap mengunggah kalimat-kalimat kesedihan bukan tidak mungkin lingkungan akan menganggapnya tengah memiliki masalah atau ditimpa musibah. Kepada siapa manusia butuh pengakuan? Dalam hal ini tentunya berbeda-beda, ada yang membutuhkan pengakuan dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga, atau membutuhkan pengakuan dari lingkungan tempatnya bekerja atau yang lebih ekstrim lagi adalah membutuhkan pengakuan dari lingkungan terluasnya yakni orang-orang di media sosial yang belum tentu mereka semua mengenalnya. Kembali lagi ini adalah kebutuhan diri setiap manusia yang berbeda-beda. Pun sama halnya dengan penggunaan media sosial itu sendiri, tidak tergabung dalam salah satu media sosial bisa saja dianggap tidak kekinian. Ya, ini anggapan yang tanpa disadari bergulir ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Namun apakah sepenuhnya benar? Belum tentu.
Demikian pula dengan hasrat seseorang yang selalu ingin mengikuti tren dengan tujuan agar dianggap keren. Apakah benar tidak mengikuti tren maka tidak keren? Seharusnya tidak ya, karena persepsi keren bagi setiap orang tentu berbeda-beda. Termasuk dalam hal membeli produk makanan atau minuman yang muncul dengan begitu hype, ramai! Banyak orang berlomba-lomba membeli produk tersebut. Apakah ini sebuah contoh nyata? Terlepas dari strategi berjualan yang begitu ciamik, di sini jelas terlihat bahwa karakteristik sebagian masyarakat kita saat ini adalah ingin ikut mencoba sesuatu yang tengah jadi perbincangan, produk apapun itu termasuk juga misalnya untuk lokasi wisata. Ketika suatu lokasi wisata baru muncul di pemberitaan, banyak dibicarakan kemudian viral, maka seiring waktu akan banyak orang-orang yang berlomba ke lokasi wisata tersebut dengan beragam motivasi. Salah satau motif yang bisa diangkat di sini adalah ingin mengikuti tren, minimal dapat menunjukkan kepada dunia bahwa sudah pernah berkunjung ke sana.
Saat ini, sesuatu yang viral memang akan semakin mudah menarik perhatian dan terus menjadi guliran bola salju, semakin viral maka orang semakin penasaran dan ingin ikut-ikutan. Namun jika dilihat ke belakang justru yang membuat viral adalah sekumpulan orang-orang yang awalnya juga mungkin penasaran dan sekadar ikut-ikutan. Karena bisa jadi yang ada di dalam pikirannya adalah ngga ikut tren, nanti ngga keren. Salah satu alat pendukung viralnya sesuatu saat ini yakni media sosial, produk kemajuan teknologi ini memegang peranan penting dalam menaikkan level penyebaran informasi ke tengah-tengah masyarakat, menembus batas ruang dan waktu. Manusia sebagai makhluk sosial yang ada di dalamnya terbagi menjadi beberapa kelompok, ada yang sepakat ikuti tren biar keren, namun ada juga yang merasa akan tetap keren walau tidak mengikuti tren. Atau bisa jadi ada kelompok ke tiga yang beranggapan "keren itu kalau jadi trendsetter". Bagaimana dengan Anda?
(dnu, ditulis sambil makan kue sisa lebaran, 11 Juni 2021, Pk. 12.42 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H