Musik memang menjadi perihal penting bagi kehidupan umat manusia, hingga ada yang mengatakan hidup ini kurang bergairah jika tidak ada musik di dalamnya. Musik yang merupakan salah satu sektor industri kreatif ini memegang peranan penting terkait psikologis manusia. Seseorang bisa menjadi gembira karena mendengarkan musik yang ceria, sebaliknya seseorang bisa terbawa melankolis karena mendengarkan musik yang sendu.Â
Seakan memiliki kekuatan magis, musik memang mampu mempengaruhi emosional seseorang, yang sedih akan semakin terpuruk jika mendengarkan musik mendayu-dayu dan yang bahagia akan semakin bergembira jika mendengarkan musik yang ceria. Demikian pula terhadap bangkitnya kobaran semangat, bisa juga dipengaruhi oleh musik yang gegap gempita. Bayangkan jika musik tiba-tiba menghilang dari muka bumi? Hanya terdengar suara jangkrik yang tanpa disadari kita mengharapkan suara tersebut memiliki melodi.
Setiap jenis musik memiliki penggemarnya masing-masing dan para penyukanya biasanya identik dengan jenis musik yang dinyanyikan, atau paling tidak antara penyuka dan musiknya memiliki kesamaan yang sulit dipisahkan. Misalnya penyuka musik Korean Pop umumnya digilai oleh anak-anak muda, atau musik rok yang memiliki penggemar garis kerasnya sendiri yang sama-sama senang akan sesuatu yang membakar semangat.Â
Namun kali ini sedikit berbeda dengan Didi Kempot, penyanyi pria asal Solo ini kerap membawakan musik-musik campursari yang merupakan musik khas suku Jawa. Penggemar pria yang memiliki julukan GodFather of broken heart ini cukup beragam, anak muda, dewasa, paruh baya, orang-orang yang tidak hanya berasal dari suku Jawa, laki-laki maupun perempuan, bahkan kaum milenial banyak yang termasuk dalam barisan ambyar ala Didi Kempot.Â
Diantara mereka semua memang memiliki perbedaan namun tetap ada 1 kesamaan yang menjadi benang merahnya yaitu sama-sama pernah atau tengah merasakan patah hati karena cinta. Perasaan hancur yang diistilahkan dengan kata ambyar ini terwakili oleh lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Didi Kempot.
Lagu-lagu yang dibawakan oleh Didi Kempot semasa hidupnya memang lekat dengan kesedihan, patah hati, putus cinta, ditinggal pergi ataupun dikhianati. Lirik yang dirangkai sedemikian rupa dengan tepat mewakili perasaan yang pasti pernah dirasakan oleh setiap manusia. Dinyanyikan dengan iringan musik dangdut lantas saja membuat siapapun yang mendengar seketika ingin bergoyang.Â
Penggemar lagu-lagu Sang Maestro Campursari ini tidak hanya di Indonesia, namun juga di mancanegara. Jelas saja kepergiannya yang sangat tiba-tiba membuat seluruh Sobat Ambyar, sebutan untuk penggemar Didi Kempot, semakin patah hati. Tanpa disadari Didi Kempot telah berhasil meningkatkan popularitas musik Campursari serta kebudayaan suku Jawa pada umumnya.Â
Sebelum Didi Kempot begitu populer di industri musik Indonesia mungkin penyuka Campursari sebarannya belum seluas seperti saat ini. Kalangan milenial juga begitu menggemari lagu-lagu yang dibawakannya, tidak sedikit yang berderai air mata saat ikut bersenandung seakan memberi pembuktian betapa lirik lagu tersebut begitu erat dengan kenyataan hidupnya. Ambyar, adalah jargon yang dipopulerkan oleh mendiang pria paruh baya ini.Â
Kata yang memiliki arti hancur menjadi ungkapan favorit saat mengalami kesedihan, itulah mengapa kumpulan penggemar yang memiliki kesamaan rasa yakni patah hati sepakat melabeli dirinya sebagai sobat ambyar. Kebudayaan suku Jawa kian populer, masyarakat kian lugas mengucapkan kata demi kata dalam bahasa Jawa. Dengan latar belakang suku yang berbeda-beda, Didi Kempot berhasil menyatukannya dalam satu balutan lagu patah hati.
Inilah yang sesungguhnya berkarya, tidak hanya mengejar materi semata namun juga menyertakan unsur-unsur budaya agar semakin dikenal oleh dunia.Â
Lagu-lagu yang menyentuh hati memang memiliki pendengarnya sendiri, semakin mendayu maka semakin banyak penggemarnya. Inilah yang telah dilakukan oleh seorang Dionisius Prasetyo hingga akhir hayatnya, bernyanyi dengan kesederhanaan dan mencoba menyentuh setiap hati pendengarnya melalui lirik-lirik yang menyayat hingga membuat sakitnya menjadi-jadi. Sudah pernah menahan perihnya hati sambil berjoget? Sobat ambyar pasti pernah semuanya. Selamat jalan Pakdhe, syurga menanti.
(dnu, ditulis sambil ngabuburit, 6 Mei 2020, 16.01 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H