Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menyikapi Hasil Hitung Cepat Milenial Lebih Legowo?

18 April 2019   21:01 Diperbarui: 18 April 2019   21:16 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Legowo tidak hanya untuk Pasangan Calon (Paslon) beserta pendukung yang memiliki persentase lebih kecil berdasarkan penghitungan cepat, tetapi juga bagi paslon lawan beserta pendukungnya. Menang maupun kalah berdasarkan penghitungan cepat, pun berdasarkan penghitungan yang sebenarnya nanti, kedua kubu seyogyanya legowo.

Tanda legowo atau berbesar hati adalah tidak ada lagi saling serang dalam ucapan secara langsung maupun cuitan di media sosial, menerima kemenangan dengan elegan dan menerima kekalahan dengan hati lapang.

Sampai dengan hari ini bangsa Indonesia masih menikmati hasil penghitungan cepat dari beberapa lembaga survai, terdapat angka tertentu yang menunjukkan jumlah kumpulan suara dalam prosentase berdasarkan hasil penghitungan lembaga tersebut. Baru sampai di tahap ini, masih banyak masyarakat yang kerap adu jotos di dunia maya dengan rangkaian kata-katanya yang dapat memancing keributan.

Seperti tidak beda waktu-waktu sebelumnya, suasana kian memanas kala hari pesta demokrasi kian dekat, dan ternyata hingga hari ini setelah hari Pemilihan Umum (Pemilu) lewat satu hari.

Di tengah panasnya hari-hari, terlihatkah siapa yang terus memancing dan terpancing emosinya? Dan Terlihatkah siapa yang lebih tenang karena berhasil menguasai diri dengan berbesar hati? Tidak lain adalah generasi milenial yang cukup tenang menyikapi hasil dari pemilihan tingkat kenegaraan ini.

Tidak banyak cuitan, tidak banyak adu argumentasi di dunia maya. Apakah ini sesuai dengan kepribadian Gen Y yang memang lebih realistis dan rasional? Bisa jadi.

Apakah pengakuan kekalahan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di muka umum juga menunjukkan bahwa milenial memang memiliki jiwa yang santai dengan hati yang besar?

Di mana PSI adalah salah satu partai yang para calegnya berusia muda, serta melabeli dirinya sebagai partai yang asik dan kekinian. Apakah generasi sebelumnya perlu belajar pada generasi milenial? Dalam hal ini perlu, karena setiap manusia perlu belajar bagaimana caranya mengendalikan diri dan menahan hasrat hati.

Milenial pasti sama dag dig dugnya dalam menanti hasil penghitungan suara yang sebenarnya, tetapi mereka lebih mengerti bagaimana bersikap elok dan tetap bersahaja. Mereka paham untuk tidak memperkeruh suasana, membiarkan yang berwenang bekerja, lalu setelah hasil akhirnya tersedia maka baru diputuskan bagaimana merayakan kemenangan atau menerima kekalahan.

(dnu, ditulis sambil ndengerin lagu nussa dan rara, 18 April 2019, 20.57 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun