Entah perasaan ini hanya terjadi pada diri saya sendiri atau juga pada diri orang lain termasuk Anda para pembaca yang baik hatinya. Perasaan ketika bertransaksi di pintu toll otomatis menggunakan e-toll card di mana perhatian mata, otak dan hati sebagian besar tertuju pada jumlah saldo yang tertera di layar monitor pintu toll. Apakah ini reaksi yang normal? Bisa saja iya, di mana bagi pengguna jalan toll yang hampir setiap hari melalui jalan yang seharusnya bebas hambatan itu, jumlah saldo yang cukup adalah suatu keharusan.Â
Dari pada palang pintu toll tidak terbuka, lalu santer mendengar klakson tak henti dari mobil-mobil dibelakang, belum lagi disertai umpatan dari pengendara lain karena ulah kita yang kehabisan saldo dalam sekeping kartu toll.
Coba diingat sekali lagi, bagi para pembaca yang kerap melalui jalan toll sebagai akses aktifitasnya, apakah memiliki kecenderungan yang sama dengan saya di mana perhatian utama adalah terhadap saldo kartu tol dibandingkan dengan memperhatikan berapa besar tarif jalan toll. Secara tidak langsung reaksi yang terjadi secara alami ini dapat mengalihkan kita terhadap besaran tarif toll, dan terkesan menjadi tidak terlalu bermasalah jika dibandingkan dengan tidak cukupnya saldo kartu di tengah perjalanan.Â
Apakah ada pihak-pihak yang diuntungkan dengan fenomena ini? Sejujurnya saya tidak ingin menggiring pemikiran para pembaca ke arah tersebut, karena yang ingin saya sampaikan di sini hanyalah tentang kebiasaan baru yang kini terjadi dan mungkin dialami oleh banyak pengguna jalan toll lainnya.
Jika sebelumnya besaran tarif toll menjadi isu yang renyah sekali untuk dibahas bersama, pada zaman uang dalam kartu saat ini mungkin hal tersebut menjadi sedikit terabaikan, karena telah ada hal yang jauh lebih penting ketimbang melihat nilai tarif toll, terlebih lagi mengambil kertas bukti transaksi. Mungkin sebagian dari kita perlahan akan mulai sulit mengingat berapa tarif toll di pintu A, pintu B, pintu C, dan pintu-pintu lainnya. Hal ini disebabkan nominal tersebut tidak lebih penting dibandingkan dengan pertanyaan "saldonya cukup ngga ya? Wah kacau nih kalau kurang...".
Pernah menyadari hal ini? Saya kerap kali menyadari mengapa usai mendekatkan kartu di mesin sentuh otomatis lantas mata langsung tertuju pada layar saldo? Pikiran pun demikian, selalu bertanya "tinggal berapa ya saldonya...", karena otak telah memerintah dengan satu kata "saldo!". Seketika berhasil melewati palang pintu toll yang telah terbuka kembali berputar di kepala "wah sudah waktunya top up nih....".
Bagaimana? Apakah Anda mengalami reaksi alami yang sama dengan saya?
(dnu, ditulis sambil nonton dangdut academy asia, 8 November 2017, 21.15 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H