Apapun yang kita inginkan agar menjadi baik jelas harus dimulai dari diri sendiri, begitu juga jika kita menginginkan suatu kenyamanan di tempat umum, maka dari diri kita sendiri yang harus memulai agar tercipta kenyamanan tersebut. Salah satu budaya yang pernah saya alami dalam menciptakan  kenyamanan yang dimulai dari diri sendiri adalah budaya antri di negeri Sakura, Jepang. Berkat pengalaman tersebutlah mantap saya katakan tertib itu keren!
Salah satu contoh ketertiban yang membuat saya terkagum-kagum adalah budaya antri yang amat sangat dijaga di negeri matahari terbit itu. Misalnya, saat menaiki eskalator atau tangga berjalan, kita harus benar-benar ambil bagian antri sejak beberapa langkah sebelum kaki menapak di anak tangga berjalan untuk pertama kalinya, karena seluruh dari mereka dalam hal ini orang Jepang, adalah demikian, terus mengurut ke belakang jika di sampingnya sudah ada orang. Bukan malah berdiri disampingnya lalu adu cepat naik eskalator, tetapi justru ambil posisi di belakang orang tersebut lalu mulailah mengantri.
Saat kita menaiki eskalator ada kebudayaan lainnya yang juga keren, yaitu bagi siapa saja yang tidak ingin mempercepat langkahnya di eskalator alias ingin berdiri saja dan mengikuti lajunya tangga berjalan, maka ia harus berdiri di sisi kiri. Begitu juga sebaliknya, bagi siapa saja yang ingin berjalan lebih cepat maka ambillah posisi di sisi kanan, maka ia akan bebas mempercepat langkahnya tanpa terhalang orang lain. Dengan demikian kenyamanan akan terasa dengan sendirinya bukan?
Budaya tertib di Jepang yang bisa kita adopsi sebagai sumber kebaikan lainnya adalah ketertiban saat menyeberang jalan. Begitu banyak zebra cross atau garis putih tempat orang menyeberang jalan di negara ini. Tidak ada alasan apapun yang bisa dibenarkan bagi siapa saja yang tidak menyeberang di zebra cross. Beberapa kali pengalaman saya melihat orang-orang yang ingin menyeberang jalan sedang berdiri di sisi jalan menunggu lampu tanda penyeberangan orang berwarna hijau.Â
Benar saja, saat itu lampu bergambar orang sedang menyala merah, namun tidak terlihat satu kendaraanpun melintas di jalan tersebut, tetapi orang-orang yang ingin menyeberang tetap menunggu hingga lampu berubah menjadi nyala hijau. Jika difikirkan dengan akal yang pendek, situasi tersebut cukup memungkinkan seseorang menyeberang kerena lingkungan yang ketika itu cukup sepi dan tidak ada kendaran yang hilir mudik, namun orang-orang Jepang tersebut tetap konsisten mematuhi peraturan lalu lintas tanpa kompromi. Hebat!
Budaya antri lainnya adalah saat ingin menumpang bis ataupun kereta, mereka semua berbaris rapi di tempat yang telah ditentukan, berbaris lurus atau menyamping, bukan umpel-umpelan. Ketika bis atau kereta yang ditunggu mulai terlihat, seluruh dari mereka tetap tenang dan tidak ada yang saling dorong atau saling berebut baris paling depan agar menjadi yang pertama memasuki kereta. Semuanya tetap pada urutannya masing-masing sesuai waktu kedatangan mereka di tempat tunggu kendaran tersebut. Fair ya, yang datang lebih dulu ya berhak memasuki kendaraan lebih dulu pula bukan? Bagi yang tidak kebagian masuk bis atau kereta maka mereka akan menunggu pada kedatangan armada berikutnya.
Seperti itulah budaya tertib dan antri yang sebenarnya dapat kita ambil nilai positifnya, kita tiru kebiasaan baiknya, dan kita serap sebanyak mungkin energi positifnya. Bukankah jika ingin mengubah lingkungan maka kita harus mengubah diri sendiri terlebih dahulu? Jika tidak berdampak banyak terhadap lingkungan maka setidaknya kita sudah mengubah diri menjadi orang yang lebih baik. Ambil valuenya buat diri sendiri.
#DNU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H