Namun yang digaris bawahi oleh penulis disini adalah pemahaman dalam pikiran dan hati anak-anak agar senantiasa saling menghargai dan mengerti apa yang seharusnya mereka lakukan. Sehingga di kemudian hari tidak lagi ada perdebatan gender yang saling menyalahkan jika terjadi sebuah pelecehan seksual.
2. SEKOLAH
Pihak ke dua yang juga perlu berbenah diri adalah sekolah sebagai tempat mencari ilmu. Dimana dalam pendidikan formal ini tentu telah diajarkan tentang pendidikan moral dalam hidup dan kehidupan. Kembali yang perlu dibenahi adalah segenap pengajaran yang telah diberikan hendaknya terus dipantau oleh para pendidik di sekolah. Perhatian dapat dilakukan mulai dari hal yang paling sederhana yaitu memperhatikan setiap anak saat bermain di sekolah, apakah terlihat gerak gerik yang tidak baik dari siswa lelaki kepada siswa perempuan, ataupun sebaliknya.
Adalah cikal bakal yang mudah terlihat jika dalam permainan sehari-hari termasuk di sekolah seorang anak mulai bergurau dengan hal yang tidak semestinya, misalnya menarik-narik pakaian dan lain sebagainya. Pemahaman untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama teman tentu telah senanitasa ditanamkan oleh setiap pendidik di sekolah, namun apakah setiap anak telah mengaplikasikannya dengan baik, itu yang perlu ditelaah lagi. Lantas ini menjadi tugas siapa? Pihak sekolah memiliki peran yang juga amat penting didalamnya.
Harapannya para pendidik juga terus ikut terlibat dalam perkembangan moral setiap anak didiknya yang dipantau dengan detil saat anak-anak bermain di sekolah. Dan jika ditemukan penyelewengan-penyelewengan yang bisa berdampak buruk maka bisa segera diatasi sebelum berkembang lebih jauh lagi.
3. LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL
Bagaimana lingkungan yang kita tinggali? Apakah kita telah berada di lingkungan yang baik dari berbagai sisi diantaranya keagamaan, kesehatan, dan tentunya sisi moralitas?. Selain keluarga dan sekolah, lingkungan tempat tinggal juga menjadi faktor utama pembentukan moral manusia terutama anak-anak. Bagaimana ia tumbuh dan berkembang jelas tergantung dari bekal apa yang ia dapatkan dari keluarga, pendidikan seperti apa yang dia dapatkan dari sekolahnya dan pendidikan terapan seperti apa yang ia dapatkan dari lingkungan tempat tinggalnya.
Lingkungan tempat tinggal adalah arena yang setiap hari seseorang ada disana, tinggal di sana, bermain di sana dan meyerap apa-apa yang ada di sana. Lantas bagaimana jika lingkungan yang kita tinggali ternyata tidak baik? Sekali lagi, bukankah setiap manusia menginginkan pertumbuhan hidupyang bisa membawa kebaikan? Itulah jawabannya. Lalu bagaimana jika sebuah keluarga tidak memiliki pilihan untuk pindah ke lingkungan yang lebih baik, bahkan bisa dikatakan lingkungan tersebut memang membahayakan? Balik lagi ke keluarga dan sekolah sebagai pemilik peranan yang paling penting bagi kelangsungan hidup seorang anak. Lingkungan sepi, jauh dari rumah penduduk, jalan menuju sekolah harus berkilo-kilo meter jauh dan sepinya... Lantas bagaimana kita menjaga seorang anak agar tetap aman walau berjalan sendirian?
Yuk para perangkat desa, keamanan, kepolisian dan perangkat daerah lainnya agar ikut turun tangan untuk membentuk tempat tinggal yang aman, nyaman dan bermoral. Tak ingin ada lagi “Yuyun” yang lain bukan? Mari kita sama-sama berbenah diri, karena siapapun kita tentu memiliki peranan penting dalam keberlangsungan hidup anak-anak kita.
(dnu, ditulis sambil kuliah di siang hari yang cerah, 14 Mei 2016, 14.36 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H