Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Rapopo = Aku Rapuh Porak Poranda

19 April 2014   00:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:30 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13978623212007173310


Ungkapan yang lagi ngetrend banget di kalangan anak muda dan remaja. Aku rapopo diambil dari bahasa Jawa yang artinya ‘aku ngga apa-apa’ atau ‘aku baik-baik saja’. Tapi belakangan ini muncul candaan atas ungkapan merdu tersebut yakni ‘Aku Rapuh Porak Poranda’, yang artinya aku hancur banget luar biasa berantakan. Ya, makna yang sangat berlawanan.

Aku rapopo biasanya diucapkan oleh seseorang atas terjadinya sesuatu hal yang tidak mengenakkan, namun ia tetap berbesar hati dan tetap baik-baik saja atas kejadian tersebut. Hal ini diungkapkan demi berupaya membesarkan hati orang lain, juga demi membesarkan hati dan diri sendiri.

Makna ‘berupaya membesarkan hati dan diri sendiri’ ,jelas terlihat sesuatu yang tidak baik-baik saja sedang terjadi dalam dirinya. Apakah benar demikian? Ya bisa jadi. Saya sakit tapi saya tak ingin orang lain tahu kalau saya sakit. Saya sedih tapi saya tak ingin orang lain ikut bersedih. Saya hancur tapi saya tak ingin orang lain mengasihani diri saya atas kehancuran ini. Dan saya gamang tapi saya tak ingin orang lain ikut susah karena kegamangan saya ini.

Itulah mengapa ungkapan ‘aku rapopo’ mendadak terucap berkali-kali bahkan mungkin diucapakannya sudah dibawah alam sadar. Ya karena apa yang diucapkannya jelas tak sejalan dengan hati dan pikirannya.

Bayangkan seseorang yang berkata ‘aku baik-baik saja’ tapi sambil mngusap air mata, sambil menarik nafas panjang atau sambil memejamkan mata! Tentu kecewa atau sakit hati yang mendalam tengah dirasakannya. Tapi ia ingin tetap tampil baik, tenang dan tampak tak ada masalah.

Seiring dengan berjalannya hari bisa jadi ungkapan ‘aku rapopo’ bertubi-tubi diucapkan sekedar untuk menunjukkan kepada alam semesta bahwa saya baik-baik saja dan tak ada yang perlu mengkhawatirkan saya. Tapi apa yang sesungguhnya terjadi didalam diri dan hatinya? Tidak ada yang tau. Mungkin saja seluruh perasaannya telah hancur berkeping-keping.

Banyak cerita yang bisa membuat hari seseorang bersedih, terluka bahkan hancur. So, ungkapan bersahaja ini nampaknya bisa digunakan untuk mengelabui semuanya. Tapi kelabu untuk kebaikan.

Adanya kemungkinan kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya inilah yang melahirkan candaan baru untuk kepanjangan ‘rapopo’ yaitu ‘rapuh porak poranda’.

Hati saya telah hancur sehancur-hancurnya. Luka seluka-lukanya, atau hati saya sesungguhnya rapuh dan telah porak poranda. Hancur yang tak tertolong lagi, mungkin ini yang paling menyerupai.

Saat berada dalam keadaan yang tidak baik-baik saja ada kalanya kita ingin tetap terlihat segar bugar dan selalu tampil baik. Nah ungkapan miris yang penuh sahaja inilah yang tepat untuk digunakan. Namun ada juga saatnya dimana kita memang ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa kita sedang bersedih, sekedar untuk menarik empati dan pengertian dari orang lain.

Saat dalam keadaan tidak baik-baik saja tentu kita butuh teman untuk mendengarkan cerita, butuh sandaran untuk berbagi atau need a shoulder to cry on. Tapi pribadi yang baik, pribadi yang hebat tak ingin terlihat ada masalah, tak ingin tampak sedih dan tak ingin orang lain tau tentang luka batinnya.

Biarkan saya sakit sendiri dan biarkan saya menikmati luka ini sendiri. Kegamangan yang menemani hari-hari, serta kehancuran hati yang selalu bernyanyi biar menjadi teman saya yang sejati.

Saya harus selalu tersenyum.

Saya harus selalu tertawa.

Dan saya harus selalu tampak bahagia. Ya, walaupun hanya tampak.

Saya harus kuat berdiri.

Saya harus tegar. Ya, walaupun sesungguhnya hanya sok tegar.

Dan saya harus selalu berkata “aku rapopo”. Walaupun sesungguhnya aku rapuh porak poranda :(

(dnu, 18 April 2014, 17.22)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun