Buat Apa Menikah?
Masih suka berantem? Masih suka salah paham? Masih suka berselisih untuk hal-hal ngga penting? Masih suka membesar-besarkan masalah yang kecil? So, buat apa menikah?
Menikah itu meleburkan dua hati yang kadang tak sejalan.
Menikah itu menyatukan dua kepala yang kadang berbeda pemikiran.
Menikah itu menyatukan dua jiwa yang kadang penuh perselisihan.
Dan menikah itu adalah untuk menyatukan dua pribadi yang berbeda, dengan tujuan untuk saling melengkapi.
Keputusan menikah dengan seseorang adalah salah satu keputusan terbesar dalam hidup setiap manusia. Ketika kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada pasangan terpilih, itu berarti telah bersiap untuk menghabiskan sisa usia kita dengan orang tersebut.
Hanya bayangan kebahagiaan bukan yang menggelantung dipelupuk mata saat kita taaruf? Saat dilamar? Bahkan saat pengucapan ijab kabul? Yup, tak sedikitpun kita menginginkan hadirnya hal-hal yang dapat menghancurkan mimpi-mimpi itu.
Diorama perang dingin, salah paham atau mungkin pertengkaran hebat dalam bahtera rumah tangga memang tidak bisa kita hindari. Dinamika naik turunnya emosi dua insan yang sesungguhnya berbeda ini adalah warna utama dalam kehidupan sehari-hari. Karena kepala boleh sama hitam, tapi pemikiran tentu berbeda.
Ada yang bilang perahu yang berjalan tenang-tenang saja rasanya tidak berirama jika tanpa deburan ombak.
Namun apakah menyenangkan jika perahu sepanjang jalannya dihiasi riak ombak tanpa henti? Tentu tidak.
Lalu pesiar seperti apa yang menyenangkan untuk ditempuh dan tetap indah iramanya?
Ombak yang tidak terlalu besar, mungkin itu jawabannya. Deburan ombak kecil, sedikit menggoyang perahu namun penumpangnya dapat tetap menikmati perjalanan.
Ombak besar menghempas, benturan karang dan badai menerjang, bisa menjadi penghancur perahu seketika. Tapi penumpangnya tetap pada tujuan yang sama dan kian erat berpegangan tangan untuk sama-sama sepakat menyelamatkan perahu dan diri mereka.