Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Asyiknya Memerah ASI

11 Agustus 2014   23:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:48 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlahir sebagai seorang wanita, lalu hamil dan melahirkan, hingga resmi menyandang status "Ibu" memang membawa kebahagiaan tersendiri.

Berjanji dalam setiap nafas bahwa akan senantiasa membahagiakan sang buah hati nampaknya menjali hal yang terlalu suci untuk dikhianati.
Salah satu hal pembahagiaan buah hati yang dilakukan oleh seorang ibu adalah memakan makanan yang baik saat mengandung, lalu memberikan asupan terbaik setelah si jabang bayi lahir. Asupan terbaik tidak lain dan tidak bukan ialah ASI (Air Susu Ibu). Sampai dengan usia 2 tahun, ibu wajib memberikan ASI ini kepada putra/putrinya.
Bagi ibu bekerja, memberikan ASI dilakukan dengan cara memerahnya di siang hari, di sela-sela pekerjaan. Bisa dibilang para ibu tipe ini telah "menghalalkan berbagai cara" demi bisa memerah ASI untuk adik bayi sang belahan jiwa.
Waktu yang baik atau ideal untuk memerah asi di siang hari ialah 3 kali, dalam jangka waktu berjarak antar 3 jam. Sekali memerah kurang lebih 1 jam. Nah, bagi ibu-ibu bekerja sebanyak itulah mereka harus meninggalkan pekerjaannya. Tapi bisa juga dipercepat, dengan terburu-buru yang memungkinkan hasilnya tidak maksimal.
Contoh yang umum dilakukan misalnya, memerah asi di ruang laktasi. Atau ada juga yang di toilet, karena letak ruang laktasi yang terlalu jauh dengan ruang kerja sehingga khawatir pekerjaan ditinggal terlalu lama. Atau mungkin di tempatnya bekerja tidak tersedia ruang laktasi.
Pilihan "toilet" sebagai tempat memerah ASI memang agak menyedihkan. Tapi hal ini menunjukkan betapa tingginya semangat Ibu untuk memberikan asupan terbaik ini bagi anaknya.
Contoh lain, ada juga yang laktasi (baca : memerah asi) di busway dengan menggunakan alat pompa asi elektrik. Karena sudah masuk waktunya asi untuk diperah, namun macet luar biasa masih melanda. Apron (penutup dada), jilbab panjang, atau apapun menjadi senjata utamanya.
Selanjutnya, pernah juga ada yang laktasi di bis dalam perjalanan acara kantor. Dengan menggunakan mukenah (alat sholat) untuk menutup dada, lalu duduk di kursi paling belakang, tidak lupa untuk memohon para penumpang laki-laki agar pindah kursi dan duduk agak ke depan. Dan setelah itu proses memerah pun dimulai. Hohoho... Deg degan tapi hal ini tetap harus dilakukan.
Ada kisah lagi, yaitu saat ibu menyusui menunaikan tugas kantor untuk mengikuti acara di sebuah Hotel. Tidak menginap, sehingga tidak ada freezer kamar hotel yang bisa digunakan. Setelah sukses memerah di toilet, dan cooler bag yang dimiliki tentunya tidak mumpuni untuk mendinginkan ASI dalam waktu sekian lama, maka mulailah melakukan pendekatan kepada pihak restoran Hotel. Merayu dan memohon agar boleh -numpang nyimpen ASI perah- di freezernya restoran :) Hehe.. Berkat teknik lobi dan negosiasi yang canggih maka semuanya berjalan lancar.
Tapi pernah dikatakan oleh staff resto hotel seperti ini "Ibu tidak diperkenankan masuk ke ruang pendingin. Biar saya saja yang membawa asi perahnya..."
Huaaaaa.... Pesan beribu-ribu pesan pasti disampaikan kalau sudah begini. "Taro di freezer ya pak, harus beku, jangan deket-deket barang lainnya.. Posisinya harus seperti ini...dll..." Dalam kondisi seperti ini kita harus percaya, bahwa kuasa Tuhan pasti selalu melindungi hambanya beserta miliknya :) 
Tapi pernah juga ada kejadian di suatu hotel. Saat asi perah titipan akan diambil, terlihat oleh sang ibu pemilik asi bahwa asi tersebut disimpan di lemari pendingin khusus untuk saos sambel!!!! Bayangkan sodara-sodaraaaa!!! Huhuhu... Hiks hiks... Huaaaaaaaa..... Dilihat dengan mata kepalanya sendiriiiii.....!!! Tidak bisa marah. Tidak bisa protes. Tidak tau harus berkata apa. Cuma ingin nangis rasanyaaaaaa... Alam semesta tolonglaaaaahhhhhh.... Huhuhuuu...
Pernah juga ada yang mengikuti acara kantor namun diselenggarakan secara outdoor. Tidak ada ruang laktasi, namun memerah adalah harga mati. So, usai menunaikan kewajiban yang pertama yakni ibadah sholat, maka dalam keadaan masih lengkap dengan mukena terjulur di badan, proses menunaikan kewajiban ke dua alias laktasi yang bertempat di masjid pun segera dimulai. Aman, karena jelas area laki-laki dengan perempuan terpisah jauh. Mungkin orang lain saja yang agak aneh melihatnya dan berguman "sholatnya lama sekali..." haha...
Nah, secara acaranya outdoor, so tidak ada kulkas dong disini? Coolerbag? Kurang mumpuni untuk melawan terik matahari. Jadilah asi perah dimasukkan ke dalam cooler box yang berisi minuman dingin yang diperuntukkan bagi peserta acara. Huh! aneh tapi nyata! Seketika ada yang membuka cooler box untuk mengambil minuman, lalu terkejut "hah! Susu siapa ini??" Hahaha....
Ada cerita lainnya, seorang ibu yang lagi-lagi menunaikan kewajibannya di kantor. Ia diperintahkan untuk mengikuti acara penghijauan yang dilakukan di suatu puncak gunung. Acara berlangsung selama 2 hari 1 malam. Saat berangkat, memerah asi sudah dilakukan di bis saat dalam perjalanan. Tetap pakai senjata sakti yakni mukenah. Lalu laktasi berikutnya dilakukan di mushola. Angkat papan, geser sedikit, agar menutupi area pojokan untuk laktasi hihihi... Mushola di tengah kampung ini sunyi sepiii... Teman-teman semua sudah selesai sholat, teman wanita sedikit dan tidak ada yang bisa menemani. Jadilah laktasi secepat kilat dengan untaian dzikir tak pernah lepas hahaha...
Selanjutnya tiba di penginapan. Hotel kecil, tidak ada minibar. Lagi-lagi aksi penitipan asi perah di freezer resto-pun diluncurkan. Selalu khawatir akan hal ini. Takutnya asi disimpan bercampur dengan sayur, daging atau yang lainnya. Kalau sudah begini ikhlas dan berdoa saja yang bisa dilakukan agar semuanya baik-baik saja.
Masih dalam rangkaian tugas ke gunung. Pendakian di mulai, namun menggunakan mobil 4WD. Off road!!! Jalanan tidak rata, semak belukar, hutan, sungai, suara burung, kilatan kupu-kupu yang terbang begitu cepat, hingga pancaran cahaya matahari yang menembus dedaunan di tengah hutan ini sangat memberikan warna pada proses pemerahan asi kali ini.
Lagi-lagi mukena dikeluarkan, dipakai, lalu botol susu dan alat pompa asi mulai beraksi. Driver laki-laki yang tidak dikenal ternyata sangat baik, ia mengendarai mobil dalam medan yang luar bianasa bergelombang ini dengan sangat hati-hati. Teman-teman satu mobil juga cukup membantu dengan menjaga kestabilan duduk ibu yang sedang memompa asi. 
Laktasi sambil rally! Waw! Demi sang buah hati, ibu begini! Satu botol telah penuh, lalu meminta driver untuk berhenti sejenak karena akan menuang asi dari botol ke dalam plastik asi. Mobil wajib berhenti, tentunya agar asi tidak tumpah. Oke selesai, dan perjalanan off road dilanjutkan.
Perjalanan balik dari gunung, menuju kota jakarta, lagi-lagi laktasi sambil rally. Ke Jakarta dibutuhkan perjalanan kurang lebih 6 jam. Ice gel selaku pendingin asi didalam cooler bag telah mencair. Tidak ada lagi alat pendingin apapun yang dimiliki. Lalu bagaimana dengan ratusan CC asi perah ini? Harus diselamatkan. Diperjalanan pulang mampirlah ke sebuah warung yang menjual minuman. Lalu ibu menyusui ini berkata kepada penjaga warung "Bu maaf saya mau beli batu es-nya saja apakah boleh? Untuk mendinginkan ASI perah saya. Saya mau ke Jakarta."
Ibu pemilik warung menjawab "Oh ambil aja, ngga usa beli. Butuh berapa banyak? Ambil secukupnya. Sayang ASInya kalau sampai rusak..." Wuaaa... Ibu ini baik sekali... Terharuuu...
Akhirnya perjalanan malam hari ke Jakarta bisa terlaksana dengan baik walaupun tetap harap-harap cemas. Takut esnya keburu mencair sebelum tiba di rumah.
Cerita lainnya, laktasi sambil menahan sakit kepala. Oh yang satu ini sangat tidak menyenangkan! Bagaimana bisa ASI keluar dengan baik jika perasaan ngga enak? Saat badan sakit atau apapun, perasaan juga terganggu toh? Ya, tapi tetap memerah asi harus dilakukan.
Apapun pekerjaannya, seperti apapun waktu yang tersedia, bagi seorang Ibu memerah ASI adalah suatu keharusan. Tidak bisa ditawar, karena taruhannya ialah kelanhgsungan hidup seorang anak yang telah dilahirkannya.
Bagaimanapun keadannya, laktasi tak boleh ingkar janji kan?
Note : *Cara penyimpanan ASI perah ialah langsung dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Atau untuk yang bekerja, dalam perjalanan pulang ke rumah ASI di masukkan ke dalam cooler bag yang berisi ice gell sebagai pendingin. Setelah sampai di rumah harus langsung dimasukkan ke dalam freezer.
*Sebelum diberikan kepada adik bayi, ASI dibiarkan mencair lalu dihangatkan terlebih dahulu menggunakan alat penghangat ASI.
*ASI akan menjadi rusak dan tidak bisa diminum apabila usai diperah tidak langsung dimasukkan ke dalam lemari pendingin dalam jangka waktu kurang lebih 4 jam.
(dnu, ditulis sambil nganter anak berangkat sekolah, semua cerita diatas adalah kisah nyata penulis, 11 Agustus 2014, 07.05)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun