Kesetaraan gender masih menjadi topik perbincangan yang hangat hingga saat ini, termasuk salah satunya peluang bagi seorang perempuan yang sudah berkeluarga untuk dapat sukses dalam berkarir. Pada hakikatnya laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengenyam pendidikan dan berkarir. Sebagaimana laki-laki, perempuan juga memiliki hak dalam menentukan pilihan apa dan bagaimana mereka akan menjalani hidupnya. Meskipun dalam pengambilan keputusan perempuan masih terjebak dengan berbagai pandangan masyarakat terhadap perempuan yang masih melekat kuat dalam pemikiran mereka hingga menjadikan perdebatan. Tidak seperti laki-laki yang sudah pasti mempunyai tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga, perempuan sering dibingungkan oleh pilihan antara “Wanita karir atau ibu rumah tangga?”.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 menunjukkan presentase perempuan dengan usia lebih dari 15 tahun yang menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi lebih banyak dari pada laki-laki. Presentase Perempuan yang menamatkan pendidikannya hingga perguruan tinggi mencapai 10,06%, sedangkan presentase laki-laki tercatat 9,28%. Angka pada data menunjukkan hampir 10 dari 100 perempuan di Indonesia dengan usia lebih dari 15 tahun berhasil menamatkan pendididkannya dan meraih ijazah perguruan tinggi. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa tidak sedikit perempuan yang memiliki keinginan dan bertekad menempuh pendidikan setinggi-tingginya sehingga kedepannya mereka dapat memiliki karir yang cemerlang.
Akan tetapi meskipun begitu, angka partisipasi perempuan dalam dunia kerja masihlah lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hasil Survei Angkatan Kerja (Sakernas) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik pada 2021 menunjukkan presentase partisipasi perempuan tercatat 53%. Hal itu jauh lebih rendah dari presentase tingkat partisipasi laki-laki yang mencapai 82%. Berbagai kendala dan juga hambatan menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat partisipasi Perempuan dalam dunia kerja masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Perempuan dihadapkan pada pilihan yang luas dalam pengambilan keputusan untuk langkah mereka kedepannya. Sayangnya, perempuan selalu dihadapkan pada cabang-cabang pilihan terkait kodrat mereka sebagai seorang perempuan. Hal tersebut memberikan gambaran seolah setiap batu lompatan yang menjadi pilihan mereka sangat sempit. Keputusan untuk menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga masih dipengaruhi budaya dan adat yang kuat di masyarakat. Perdebatan tentang manakah pilihan hidup yang lebih baik, manakah pilihan yang lebih mulia, hingga manakah pilihan yang memiliki derajat lebih tinggi terus berputar di masyarakat.
Wanita karir dilabeli sebagai pribadi yang mandiri, bebas, dan mempunyai pendirian yang kuat. Sehingga mereka sering dinilai tidak pandai dalam urusan rumah tangga, tidak peduli terhadap keluarga, dan tidak paham bagaimana mendidik anak-anak mereka. Demikian ibu rumah tangga dipandang sebagai sosok yang sangat mulia karena mereka mengabadikan diri untuk keluarganya. Secara bersamaan mereka dinilai sebagai perempuan yang tidak memiliki tujuan untuk masa depannya, bergantung pada orang lain, bahkan banyak anggapan ibu rumah tangga merupakan sosok yang tidak berpendidikan.
Pandangan seperti hal diatas menjadikan perempuan menjadi merasa serba salah dan bingung dalam melangkah. Apapun keputusan yang diambil perempuan sebenarnya tidaklah ada yang salah karena pilihan menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga bukanlah perlombaan sehingga kita harus menilai mana yang lebih baik. Semua keputusan ada ditangan individu masing-masing. Kehidupan perempuan tidak hanya ditentukan oleh kedua faktor tersebut, lalu mengapa ruang gerak perempuan harus dibatasi? Haruskah Perempuan memilih?
Perempuan tidaklah harus memilih salah satu diantara dua opsi, wanita karir ataukah ibu rumah tangga. Sebaliknya perempuan dapat memainkan peran keduanya. Memilih menjadi wanita karir sekaligus ibu rumah tangga tidaklah menimbulkan persoalan berarti. Perempuan dapat mempertahankan karirnya dengan tetap menyelaraskan tugasnya untuk mengurus keluarganya . Terlebih dengan zaman yang semakin modern dan teknologi yang terus berkembang, perkerjaan dapat dilakukan secara daring atau sering disebut Work From Home (WFH).
Keseimbangan antara karir dan tanggung jawab dalam berumah tangga tentunyaa menjadikan tantangan tersendiri. Ketika seorang perempuan memilih mengambil peran ganda mereka harus dapat memanajemen waktu mereka secara efektif. Menjadi keduanya tentu akan meningkatkan nilai serta kualitas diri kita. Sebagaimana yang dikatakan oleh Louis. W.H, seorang anak yang dididik oleh ibu sebagai wanita karir berefek baik terhadap cara berpikir anaknya karena mereka memiliki kualitas interaksi positif yang besar.
Menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga bukanlah suatu keharusan perempuan untuk memilih. Pada dasarnya keduanya sama-sama mulia dan patut untuk dihargai. Bagaimana akibat dari pilihan hidup, entah baik ataupun buruk akan kembali kepada diri mereka sendiri. Semakin maraknya narasi tentang kesetaraan gender, perdebatan konsep mengenai peremuan sudah tidak relevan lagi. Perempuan bebas memutuskan pilihan hidup mereka tanpa bayang-bayang stereotip dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H