Mohon tunggu...
Dewi Murniati
Dewi Murniati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Terbuka

seorang mahasiswa yang ingin kembali menekuni dunia fiksi dengan segala imajinasi dan kreasi tanpa ada sensasi.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Mengenal Tradisi Kupatan

30 Maret 2023   23:33 Diperbarui: 30 Maret 2023   23:41 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Pernah dengar lebaran ketupat? Lebaran Ketupat atau kupatan adalah tradisi yang dilakukan sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia khususnya di Pulau Jawa, tepat seminggu setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa wilayah Kupatan juga diartikan sebagai kegiatan syawalan.

Bagi sebagian orang, Lebaran Ketupat merupakan bentuk apresiasi dan hari raya bagi umat Muslim yang menjalankan puasa Syawal setelah sebelumnya melaksanakan puasa Ramadhan sebulan lamanya.

Tradisi Kupatan ini diperkirakan sudah ada sejak lama, tepat saat masuknya agama Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga lah orang pertama yang memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan. Beliau pun memberlakukan dua kali lebaran saat itu, yakni badha lebaran (Idulfitri) dan badha kupat (Lebaran Ketupat).

Adapun secara filosofis Lebaran Ketupat dimaknai sebagai upaya penebusan dosa, tercermin dari bentuk anyaman ketupat yang polanya cukup rumit, melambangkan dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus. Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia. Adapun warna putih pada saat ketupat dibelah melambangkan hati yang kembali suci dan fitrah. Yakni memperlihatkan kondisi dimana antar sesama saling mengikhlaskan diri dari segala dendam dan kedengkian. Hal ini pun terjadi ketika taubat benar-benar diteguhkan dalam hati.

Dibalik sebuah tradisi, pun terdapat makna spesial yang terkandung di dalamnya. Adapun Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa yakni 'ngaku lepat' atau mengakui kesalahan. Sehingga dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara menikmati hidangan ketupat tersebut bersama-sama.

Tak hanya itu, terdapat makna filosofis pula yang terkandung dalam tradisi Kupatan ini. Lapisan luar atau bungkus yang terbuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Sedangkan bentuk segi empat pada ketupat mencerminkan sebuah prinsip yakni "kiblat papat lima pancer," yang artinya "kemana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah."

Sudah menjadi kebiasaan juga kita temukan ketupat yang selalu berdampingan dengan sayur opor. Siapa sangka sayur yang dominan dengan kuah santannya ini pun memiliki makna tersendiri. Adapun santan dalam bahasa Jawa disebut pangapunten alias permohonan maaf.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa adanya tradisi Kupatan ini dimaksudkan sebagai ajang saling memaafkan di hari raya yang suci, sebagai upaya pembersihan jiwa dan hati melalui kegiatan silaturahmi berupa makan-makan bersama. Sudah sepatutnya pun kita saling memaafkan dan melupakan segala amarah yang pernah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

5 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun