Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Kesalahan Pegiat Medsos

19 September 2022   09:42 Diperbarui: 19 September 2022   09:53 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bagi pengguna twitter, beberapa hari lalu pasti tahu soal twit yang bersifat menghina seorang pegiat sosial media terhadap seorang cucu pendiri pondok pesantren Lirboyo. Twit itu dikecam banyak pihak, karena tidak sopan dan memaksa pegiat medsos itu akhirnya minta maaf kepada ybs.

Berawal dari sebuah postingan yang menampilkan seorang Wanita yang kemudian diketahui bernama Ning Imaz Fatimatuz Zahra sedang menerangkan soal apa yang didapat oleh Wanita di surga, jika pria disambut oleh tujuh bidadari. Perlu diketahui Ning Imaz merupakan ahli fikih dan penghafal al Quran sejak muda. Ilmu agamanya mumpuni.

Lalu pegiat media sosial itu dengan kata kasarnya memberikan caption besar di tayangan itu dengan kata-kata yang kasar dan tak pantas diucapkan. Isinya : "Jadi bidadari itu bukan perempuan? T***l tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi s*******ngan, tulis pegiat medsos itu pada Selasa, 13 September 2022. 

Melihat komentarnya seperti itu, Jelas bahwa pegiat itu hanya mendengarkan cuplikan bagian depan tayangan itu saja. Tidak seluruh penjelasan Ning Imaz dia dengarkan karena apa yang diterangkan oleh Ning Imaz adalah menurut al-Quran.

Peristiwa itu bak "kena batunya" bagi pegiat medsos itu dan memang berakhir dengan permintaan maaf. Pihak ponpes Lirboyo menerimanya dalam suasaan penuh kekeluargaan. Perlu diketahui bahwa Ning Imaz adalah putri Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Ihsan Lirboyo, KH Abdul Khaliq Ridwan dan Nyai Hj Eeng Sukaenah. 

Kakeknya adalah pengarang kitab Siraj ath-Thalibin, Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Jampasy. Ning Imaz juga merupakan istri dari Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikmah Kaliwungu Kendal Gus Rifqi Muslim Suyuti

Mereka mengajukan enam syarat dalam penerimaan maaf itu, diantaranya adalah harapan agar supaya pegiat medsos tersebut menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran untuk bijak dan santun dalam bermedia sosial di masa-masa mendatang. 

Pengasuh ponpes Lirboyo juga berharap agar masyarakat luas tidak menjadikan medsos sebagai sarana menyampaikan ujaran kebencian dan caci maki tapi justru digunakan untuk dakwah kebaikan dan menyampaikan informasi yang bermanfaat.

Saya pikir, tentu saja harapan ini tidak terbatas pada harapan dari ponpes Lirboyo saja. Tapi juga harapan kita semua dan tantangan untuk pegiat medsos dan para penggunanya (apapun platformnya) untuk memakai medsos demi kegiatan positif dan bukan sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun