Beberapa orang menilai bahwa dunia Islam Indonesia pernah alami beberapa ujian berat, diantaranya pada tahun 1949 Â yaitu ketika Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo dari Negara Islam Indonesia melakukan Pemberontakan kepada pemerintah Indonesia dengan impian bahwa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam seharusnya menjadi negara Islam. Pemberontakan bisa ditangani dan kehidupan republic berjalan normal setelah itu.
Beberapa tahun terakhir ini kita dihadapkan dengan beberapa perbedaan pendapat terkait dengan bagaimana relasi antara pemerintah , masyarakat dan islam itu sendiri dalam mengelola negara. Beberapa pihak mengingini bahwa semuanya harus berlandaskan syariat Islam sehingga banyak hal yang harus diubah. Kita tahu semisal ada buku pelajaran anak-anak PAUD dan SD yang mengajarkan 'kekerasan verbal' dengan menyebut anak yang beragama lain sebagai kafir. Â Atau mungkin kita pernah melihat anak-anak PAUD yang sedang melakukan karnaval dengan kostum ala perang ISIS.
Ini menunjukkan bahwa ada beberapa pihak yang menangkap keberadaan Islam di Indoensia secara tidak tepat. Mungkin mereka lupa bahwa Pancasila yang merupakan falsafah adalah dasar negara yang sudah final. Negara mengakui beberapa agama berkembang di Indonesia dan menjaminnya dengan aman. Negara mengakui keberadaan Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindu dan terakhir Kong Hu Chu selain Islam untuk berkembang di Indoensia. Beberapa tahun terakhir ini pemerintah juga mengakui beberapa aliran kepercayaan (Seperti Sunda wiwitan, Kejawen dll) sebagai sesuatu yang ada dan berkembang di Indonesia dan diakui oleh negara.
Keberagaman yang sangat kaya ini  memang sudah disadari oleh para founding fathers kita; bahwa Nusantara itu sangat beragam dan tak mungkin untuk memaksakan menyamakan budaya atau kepercayaan. Mereka berpendapat bahwa keragaman justru modal bagi bangsa ini.
Tapi banyak orang seakan lupa dengan hal ini; bahwa Islam punya sifat washatiyah, islam moderat yang fleksibel , tidak kaku dan berkonteks bukan tekstual. Jika Islam washatiyah, perbedaan niscaya bukan penghalang bagi kita.
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, Al-Qur'an itu Innaddiina Indallah al-Islam, agama yang diakui dalam Qur'an itu Al-Islam bukan Assalam bukan juga Al-Istislam, jadi ruba'i sudah istilah tawasuthiyah. Itu adalah moderat. Sehingga bisa dikatakan disini Islam sejatinya adalah moderat sesuai dengan namanya sendiri.
Jadi sesungguhnya jangan dikatakan Islam di Indonesia tidak kaffah, tidak murni atau lain sebagainya. Islam di Indonesia sejatinya mirip Islam mula-mula ketika Nabi Muhammad mendirikan Madinah yang plural dan ada aturan yang jelas antara perbedaan itu; bukan untuk meniadakan tetapi saling berbagi dan hidup bersama dengan rukun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H