Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila sebagai Pendorong Prestasi Tertinggi

4 Oktober 2018   22:08 Diperbarui: 4 Oktober 2018   22:21 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih lekat di benak kita soal perhelatan akbar Asian Games yang berlangsung beberapa waktu lalu. Pesta olahraga tingkat Asia itu melibatkan 45 negara Asia dengan 40 cabang olahraga dan diikuti oleh hanpir 12 ribu atlet. Meskipun Indonesia meraih peringkat keempat dengan total jumlah medali 98 medali 31 medali diantaranya adalah medali emas, prestasi itu merupakan prestasi yang amat membanggakan Indonesia.

Peringkat pertama pada perhelatan Asian Games itu adalah China. Kita tahu China adalah Negara besar di Asia dan punya atlet dengan prestasi yang konssisten. Mereka meraih 289 medali dengan 132 medali emas. Kedua adalah Jepang dan ketiga adalah Korea. Tiga Negara ini memang sangat kuat di Asia.

Jika kita melihat lebih jauh lagi yaitu perhelatan olahraga terbesar di dunia yaitu Olimpiade, Indoensia memang belum bisa berbicara banyak. Meski begitu, Indonesia pernah meraih medali di beberapa bidang terutama di bulutangkis, panahan  dan angkat besi. Yang paling menonjol adalah raihan medali emas oleh atlet bulutangkis kita ketika Olimpiade Barcelona yaitu Susi Suanti dan Alan Budikusuma serta pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir yang meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro tahun 2016.

Mungkin kita ingat betapa gembiranya kita sebagai rakyat ketika sang atlet dapat meraih capaian tertingginya. Begitu juga keluarga, para pelatih dan teman-teman.

Tapi tahukan anda bagaimana dia menempa kepiawaiannya sebagai atlet  sehingga dapat meraih prestasi sedemikian tinggi. Kita tentu paham bahwa dibalik prestasi membanggakan itu ada kerja keras luar biasa dari para atlet. Mereka berlatih setiap hari. Bahkan pada kondisi yang mungkin tidak dibayangkan oleh kita.

Atlet bulutangkis tunggal putra yang meraih emas pada Asian games kemarin mengatakan bahwa  dirinya harus berlatih keras pagi dan sore. Bahkan ketika sesame remaja lainnya sedang jalan-jalan dengan keluarga dan teman-teman ke pantai atau mal, mereka yang berprofesi sebagai atlet harus tetap berlatih dan menyimpan kerinduannya kepada keluarga.  Waktu untuk mereka sangat terbatas.

Kita tentu ingat juga dengan wajah Susi Susanti ketika meraih emas di Olimpiade. Wajahnya yang habis bertanding terlihat menitikkan airmata ketika lagu kebangsaan Indoensia Raya berkumandang. Saat itu bukan Susi yang dikenal oleh masyarakat dunia, tapi nama Indoensialah yang harum dan disebut oleh mereka.

Susi tentu juga tak begitu saja meraih prestasi itu. Dia harus berlatih dengan ketekunan yang luar biasa. Begitu juga Alan Budikusuma, Tontowi Ahmad dan ribuan atlet yang pernah bertanding untuk Indonesia. Bahkan pebulutangkis seperti Lilyana Natsir dalam sebuah wawancara pernah mengatakan bahwa dirinya harus rela tidak bersekolah formal karena harus berlatih sangat keras untuk mewujudkan impiannya sebagai atlet yang handal.

Apa yang bisa kita petik dari sejumlah cerita di atas. Tak lain adalah kerja keras akan membuahkan prestasi tertinggi dan manis bukan saja untuk diri kita tapi juga untuk seluruh pihak. Mereka akan dikenal oleh bangsa lain karena Indoensia, dan hal --hal yang melekat pada diri kita ; budaya yang beragam, adat yang beraneka, kepercayaan yang dihormati oleh Negara. Di atas itu semua, Pancasila adalah pendorong kuat bagi prestasi kita. Karena didalamnya ada  titik kekuatan bagi bangsa kita untuk tak gentar berprestasi. Juga akan tetap bekerja keras demi prestasi tertinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun