Multikulturalisme terjadi di banyak negara. Perancis, Jerman dan Inggris adalah beberapa negara yang menerima dengan baik kaum imigran (meski Uni Eropa melakukan pembatasan ketat saat ini). Banyak imigran di Jerman dan Perancis malah merasa bahwa mereka sangat diterima oleh pemerintah dan masyarakat, meski oposisi politik menentangnya. Tiga negaraitu amat diminati kaum imigran dari berbagai negara yang kacau atau bertikai.
Pengalaman dan beberapa pengalaman memang membuat mereka toleran dan terbuka terhadap kaum imigran. Masyarakat perancis misalnya jelas-jelas menolak adanya diskriminasi terhadap penduduk . Karena itu pihak oposisi yang bersifat ultra kanan , menolak atau anti imigran. Sikap itu tidak bisa diterima oleh sebagian masyarakat Perancis yang melihat multikulturalisme sebagai keniscayaan dan diwujudnyatakan oleh semua orang.
Hal ini harusnya menjadi isnpirasi bagi banyak orang. Kita pernah membaca sejarah Amerika yang sangat diskriminatif terhadap kaum negro (kulit hitam). Kaum Kaukasia (eropa) masuk ke daratan Amerika pada pertengahan abad 17 dan mereka membawa banyak sekali orang kulit hitan (negroid) yang dijadikan budak oleh mereka. Perbudakan itu terjadi selama berabad-abad dan menimbulkan banyak perlawanan.
Kondisi itu memang menyertakan banyak 'drama' perlakuan  kulit putih terhadap kulit hitam. Perlakuan sosial, intelektual dan lain sebagainya sejak dulu dan sisa-sisa diskriminasi itu masih ada sampai sekarang. Padahal banyak orang Amerika berkulit hitam yang mencapai prestasi tinggi, diantaranya mantan Presiden Amerika Serika, Barack Obama yang menjadi Presiden kulit hitam pertama kali di AS.
Multikulturalisme memang harus dikelola dengan baik. Jangan malah mempertajam perbedaan kaum-kaum yang berbeda itu baik secara etnis maupun agama. Sebaliknya, jika perbedaan itu dikelola dengan baik maka akan menimbulkan kekuatan dahsyat.
Kita tentu ingat perlawanan rakyat Indonesia dari berbagai daerah dan wilayah ; tentu dengan berbagai etnis dan kepercayaan yang secara bersama-sama melawan penjajah sehingga kemerdekaan Indoensia terwujud.
Sebaliknya, jika multikultur ini salah kelola atau direcoki dengan virus kebencian dan diskriminatif, maka dengan cepat negara ini akan hancur. Diskriminasi hakekatnya adalah anggapan satu pihak merasa lebih benar dibanding pihak lain. Karena merasa lebih benar , satu pihak ini berbuat semena-mena terhadap yang dianggap minoritas. Kita bisa beri contoh di sini adalah terjadinya pemboman di rumah-rumah ibadah.
Melihat sejarah, kondisi obyektif Indonesia yang beraneka ini maka selayaknya Indonesia menolak diskriminasi. Diskriminasi menghambat perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus tidak membawa kedewasaan kita berbangsa yang menuntut persatuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H