Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi dengan Cerdas dan Santun

26 Juni 2018   21:55 Diperbarui: 26 Juni 2018   22:28 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Demokrasi di Indonesia harus mencerminkan karakter-karakter ke-Indonesiaan kita. Karakter yang penuh kesantunan, karakter yang tidak saling menjelekkan, karakter yang tidak saling mencela. Itu perlu terus kita tumbuhkan." Presiden RI, Joko Widodo

Ucapan Joko Widodo yang tersebar di berbagai media massa dan media sosial ini patut menjadi renungan kita bersama pada Pilkada serentak tahun ini. Paslon dan kita semua selama hampir empat bulan harus menghadapi kampanye. Kita adalah sasaran bagi paslon untuk menerima program-program yang dibuat oleh mereka.

Reformasi tahun 1998 adalah fenomena big bang di mana kekuatan fundamental telah berubah di Indonesia. Wajah demokrasi kita juga berubah dari represif menjadi relative bebas menyalurkan pendapat. Wajah politik dan perspun berubah di masa itu. Orang boleh membuat partai politik dan perspun dibebaskan untuk berkembang dan berpendapat.

Kebebasan berpendapat itu sering menjadi 'tanpa batas' dengan mengatasnamakan demokrasi, dengan ujaran-ujaran di luar batas kesopanan. Seakan kita tidak siap dengan perkembangan demokrasi itu.

Termasuk pada masa kampanye dan kontestasi Pilkada seperti sekarang ini. Tidak jarang dalam masa kampanye itu ada ujaran-ujaran yang saling menjelekkan dan saling mencela lawan politik. Mungkin juga diucapkan dengan seenaknya, tanpa mengindahkan kesopanan dll. Bisa saja hal itu berdampak pada pertemanan , persahabatan bahkan persaudaraan. Pertemanan atau persahabatan yang sudah dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dengan kata-kata kasar atau tak sopan terlebih jika para sahabat itu tidak sepaham dengan kita. Kedamaian menjadi sirna hanya karena politik.

Padahal jika renungkan dengan seksama, kepentingan politik itu hanya berumur pendek dan sebenarnya bisa dikompromikan dibanding dengan kepentingan persahabatan atau persaudaraan. Persaudaraan dan persahabatan adalah sebuah hubungan jangka panjang, bersifat personal dan terasa nyata pada yang bersangkutan. Hubungan yang baik dengan teman atau kerabat membawa kedamaian. Saling perhatian dan tolong menolong adalah salah satu ciri dari hubungan personal dalam persahabatan dan persaudaraan ini.

Sedangkan relasi politik sering dibumbui dengan banyak kepentingan dan koridor-koridor tertentu untuk mewujudkan kehendak masyarakat. Koridor itu semisal adalah birokrasi dan perundang-undangan yang mungkin membuat keinginan kita tidak terlaksana. Artinya relasi politik sebenarnya tidak sepenting relasi personal dengan teman atau kerabat yang akan spontan menolong kita jika kita memerlukan pertolongan.

Jadi, ucapan Presiden Jokowi perlu kita maknai sebagai jangan sampai masa Pilkada seperti sekarang ini memisahkan kita dengan teman atau kerabat yang selama ini memperhatikan kita. Kita harus cerdas dalam melihat fenomena politik seperti pilkada sekarang ini. Pilkada yang berlangsung damai wajb kita wujudkan.

Kesantunan , menjaga perasaan orang lain dengan tidak mengeluarkan kata kasar adalah hal penting untuk relasi kita dengan orang lain. Itulah makna ke-Indonesiaan yang harus tumbuh pada diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun