Hari ahad yang cerah. Aku bergegas bangun sebelum adzan berkumandang. Banyak yang harus dikerjakan pagi ini. Setelah tunai shalat subuh, aku menuju dapur untuk menyeduh secangkir kopi, membuat semangkuk oat, mengupas apel dan mangga, menyajikan roti tawar, memasak nasi goreng sosis telur, dan mengisi beberapa gelas air putih.
Meja makan bundar ukuran 6 kursi telah terisi hasil karyaku selama 30 menit di dapur. Lumayan cepat ya ... Hi3 ... Aku memang tidak begitu suka berkutat berlama-lama di dapur. Entah mengapa? Aku lebih senang menyetir mobil atau membaca dan menulis walau berjam-jam lamanya.
Aku duduk santai menyeruput kopi ditemani selembar roti tawar sambil ngobrol santai bersama Mamah. Nah ... Suamiku menyantap semangkuk oat dan potongan buah. Selesai sarapan, aku menyiapkan sepeda dan botol air minum. Tepat pukul 7 aku meluncur keluar garasi rumah untuk gowes. Olahraga kesukaan aku dan suami.
Artikel tentang gowes ada di sini: Serunya Jalani Hobi Gowes Bersama Pasangan Sila mampir membacanya.
Gowes kali ini sekaligus aku ingin menikmati suasana Kota Cirebon yang sedang merayakan Hari Jadi ke-597 tahun. Waaahhh ... Sudah senior sekali ya kota yang berada di ujung barat Provinsi Jawa Barat ini. Aku sempatkan berfoto di depan gedung Balaikota atau kantor Walikota Cirebon dan Alun-Alun Kejaksan. Gedung dengan ornamen khas serupa replika udang yang bertengger di sudut fasade membuat unik dan tentunya menjadi pembeda dari gedung balaikota lainnya di Indonesia.
Sila membaca artikel headline yang aku tulis di sini: Alun-Alun Kejaksan Ruang Publik Kota Cirebon Nan Estetis
Kota Cirebon memang dijuluki kota udang. Sepertinya itu alasan utama mengapa ada udang di fasade gedung tersebut. Bentuk bangunan bergaya arsitektur kolonial ini juga mengadaptasi bentuk kapal karena Kota Cirebon berada di pesisir Laut Jawa. Pada masa lalu Pelabuhan Cirebon merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari mancanegara. Para pedagang yang kemudian menjadi warga Cirebon dan sekitarnya juga masih tampak jejaknya. Ada kampung Arab dan China beserta berbagai bangunan yang menjadi peninggalan sejarahnya.
Selanjutnya aku mengayuh sepeda menuju gedung BAT yang dibangun pada tahun 1924. Sekarang di depannya telah dibuat taman yang nyaman dengan satu monumen berupa Pedati Gede. Jalan di depan gedung juga bebas kendaraan bermotor. Aman dan nyaman untuk berpose dengan berbagai gaya di sini he3 ... Aku suka dengan gaya arsitektur kolonial yang kokoh dan gagah.
Sedangkan perpaduan gaya arsitektur kolonial dengan lokal atau asli tradisional nusantara ada pada pemakaian batu bata merah. Unsur kayu dan ornamen seperti ukiran kayu juga menjadi pertanda adanya saling mempengaruhi dan jalinan budaya yang kuat. Gerbang di Alun-Alun Kejaksan dan Keraton Kasepuhan menjadi jejak sejarah yang patut dipelihara dan menjadi pembelajaran akan pentingnya saling menghormati.
