"Mudik ke mana nih Teh Dewi?" tanya temanku, wong kito galo -Palembang. Temanku urang awak juga bertanya, "Teh Dewi ... Mudik ke Cirebon atau Solo?" Sedangkan temanku wong cherbon dan tiang grage dengan antusias bilang, "Ke Cirebon ya mudik tahun ini, ada halbil loh teman-teman fisika SMA."
Ya ... Begitulah bila sudah memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Selain ada yang berburu baju lebaran dan sibuk membuat kue, pastinya agenda mudik juga menjadi perbincangan hangat.
Aku dan keluarga tidak membeli baju baru, seperti cerita dalam artikelku yang terpilih HL ini: Nak, Lebaran Kali Ini Tidak Beli Baju Baru. Begitu pun dengan membuat kue, he3 ... Aku bukan tim dapur. Insyaallah kue tinggal pesan saja dari teman. Bahkan menu lebaran, lontong opor khas Solo, gudeg khas Yogyakarta, dan empal gentong khas Cirebon juga tinggal pesan dari teman yang punya bisnis kuliner.
Persiapanku lebih fokus untuk menuntaskan sepuluh hari terakhir bulan Ramadan di Jakarta. Rencananya ingin itikaf di masjid At-Tin dekat rumah. Semoga sehat  dan dimudahkan. Sangat berharap mendapatkan malam lailatul qadar, malam penuh keberkahan bagaikan seribu bulan, aamiin ...
Nah ... Rencana mudik ke Cirebon juga sudah didiskusikan bersama suami dan tiga anakku.
Ada apa di Cirebon? Kota dengan julukan Kota Udang ini memiliki banyak sekali keunikan yang membuatnya menarik. Namun, sayangnya masih banyak orang yang tidak mengetahui terutama tentang kehidupan masyarakat yang penuh toleransi dan sejarah akulturasi budaya di kota ini.
Teman-teman K-Ners bila bertandang ke Kota Udang, mulai dari Keraton Kasepuhan, Masjid Sang Cipta Rasa, Keraton Kanoman, Masjid Panjunan, Gua Sunyaragi, Kelenteng Tiao Kak Sie, Gedung BAT, Balaikota Cirebon, Makam Sunan Gunung Jati, Gedung Merdeka, dan Stasiun Kereta Api Kejaksan atau Parujakan akan berjumpa dengan perpaduan budaya Eropa/kolonial, China, Timur Tengah/Arab, dan tradisional Indonesia.
Artikelku tentang pengalaman keliling Kota Cirebon ada di sini: Gowes Keliling Kota Tua Cirebon Yang Menawan