Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku Orang-Orang Biasa Karya Andrea Hirata

20 Januari 2024   18:39 Diperbarui: 21 Januari 2024   19:33 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ordinary People, destined to be the second international best seller for Indonesian author, Andrea Hirata, after his first one that surprised the world's readers. The Rainbow Troops." Jill Simmons, New York.

Aku duduk manis di kursi dengan rangka kayu jati berumur dari 50 tahun. Kursi warisan dari nenekku ini ada di ruang perpustakaan keluarga. Novel bersampul warna kuning terang dengan gambar orang bertopeng menjadi temanku menghabiskan waktu sore yang adem. Ya ... Jakarta diguyur hujan sejak tadi pagi. Alhamdulillah ...

Sejak hari Senin hingga Kamis, aku ada tugas di kampus untuk melakukan persiapan akreditasi program studi manajemen. Berdiskusi dengan tim akreditasi dan teman-teman dosen agar saatnya akreditasi berjalan dengan lancar, aamiin. Tentu saja tugas mengajar tetap aku jalankan. Pertemuan kali ini bersama mahasiswa kelas Retail Business Management lebih intensif karena mahasiswa mendapat tugas untuk mempresentasikan hasil survey di ritel modern yang telah mereka kunjungi. Sedangkan kelas Customer Relationship Management melakukan praktikum pelayanan restoran. Lalu ada satu kelas lain, Project Management melakukan diskusi terkait dokumen kontrak dan pembuatan RAB.

Orang-Orang Biasa

Mereka yang ingin belajar, tak bisa diusir.

"Kupersembahkan untuk Putri Belanti, anak miskin yang cerdas, dan kegagalan yang getir masuk Fakultas Kedokteran, Universitas Bengkulu."

Orang-Orang Biasa (Ordinary People) adalah novel yang ditulis oleh Andrea Hirata bersama Penerbit Bentang Pustaka pada tahun 2019. Buku ini adalah karya yang berakar pada kekecewaan yang besar dari Andrea. Ia merasa gagal memperjuangkan seorang anak miskin yang pintar untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, karena ternyata saking miskinnya tak mampu membayar uang muka.

Buku setebal 262 halaman ini memiliki sub-judul sebagai berikut: Kota yang Naif, Dalam Keadaan Apa pun Berdua Lebih Baik, Terbaring Lalu Mati, Idealisme, Tataplah Mataku, Deja Vu, Barang Siang yang Berani Melawan Kesepian akan Menang Bertempur Melawan Kesedihan, Sayang Anak, Orang-Orang yang Berjaya, Orang-Orang yang Termangu. Selanjutnya adalah Tidak Selamanya Sulit, Di Mana Semua Uang di Dunia Ini Berada?, Mimpi, Artistik, Probable Cause, Seakan Tak Ada Hari Esok, Dilema Inspektur, Hiphop, Katakan Ya!, Lebih Yakin dari Matahari Terbit, Tak Tersentuh. 1.000 Topeng Monyet. Sub-judul menarik lainnya adalah Rapat, Kebon Binatang, Profesional versus Amatir, Sila Bicara, Ganti Nama, OOB, Koreografi 1.000 Monyet, Tujuh Hari Sebelum Perampokan, Satu Hari Sebelum Perampokan, Hari Perampokan, Satu Hari Setelah Perampokan, Dua Hari Setelah Perampokan, Perempuan yang Ingin Menjadi Detektif, DNA, Seseorang Selalu Adalah Orang Lain, Brosur Universitas, Oh!

Seperti biasanya Andrea memiliki kepiawaian merangkai kata indah di awal paragraf pertama. Terlihat pemilihan kata dipilih dengan selektif agar pembaca mengetahui latar dan semakin tertarik melanjutkan melahap kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam novelnya. "Setelah hujan tadi, matahari terjun lagi. Tersisa dua jam menjelang senja. Namun, matahari masih menyala. Suhu tak boleh dikatakan panas, tetapi susah juga jika dikatakan dingin. Sore yang damai, demikian lebih tepatnya." Rangkaian kata itu ada di sub-judul Kota yang Naif. Ditutup dengan kalimat, "Tak lama kemudian titik-titik halus air hujan tersaput embusan angin dari selatan, tampias ke beranda dan emper-emper toko, semakin lama semakin deras, menghujam Belantik bak berjuta-juta anak panah.

Kota damai yang diceritakan itu adalah Kota Belanting yang dikenal memiliki masyarakat yang dikenal dengan keramahan dan kesopanan. Walau pun masyarakatnya tidak berpendidikan tinggi. Masyarakat di tepi pelabuhan ini hidup biasa-biasa saja dan tidak terlalu terpengaruh oleh kemajuan di kota besar lainnya.

Di Mana Semua Uang di Dunia Ini Berada? Inilah sub-judul yang sangat menentukan akan alur novel ini mengalir kemana? Aini tokoh dalam novel ini merasa kecewa melihat ibunya keluar dari ruko itu dengan wajah sembab sambil menggeleng-geleng. Ini adalah koperasi simpan pinjam kelima atau terakhir yang telah mereka datangi, dan semua menolak usul pinjaman dari ibunya. "Delapan puluh juta rupiah?! Aih, besar sekali pinjaman ini, Bu? Apa pekerjaan ibu tadi?" Petugas kembali bertanya, "Untuk apa uang sebanyak itu?" Ibu Aini -Dinah menjawab, "Untuk uang pendaftaran dan uang muka kuliah anak saya, Pak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun