Senangnya dikaruniai berkah menjadi anak perempuan seorang dokter spesial kulit. Ya ... Bapaku adalah dokter yang mengambil spesialis kulit waktu aku masih sekolah taman kanak-kanak. Sekolah spesialis di era-80 an itu sungguh penuh perjuangan. Apalagi Bapa saat itu telah berkeluarga dengan 4 orang anak. Aku anak sulung saja baru berusia 6 tahun.
Bapa belajar di Universitas Indonesia (UI) sambil tetap bekerja di poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Salemba. Sore hari beliau praktek pribadi di rumah dan kadang harus menggantikan dokter senior di kawasan Grogol. Begitulah hari-hari perjuangan Bapa untuk menambah ilmu di bidang kesehatan kulit selama lebih dari 6 tahun. Saat aku kelas 6 sekolah dasar, Bapa dapat menyelesaikan proses belajarnya.Â
Bapaku Dokter Kusta
Ada kisah mengharukan yang selalu aku kenang hingga kini. Bapa mengambil tema karya tulis untuk program spesialisnya adalah penyakit kusta atau lepra. Tahukah teman-teman K-Ners apa itu penyakit kusta?
Leprosy atau kusta adalah salah satu masalah kulit yang dapat menyerang jaringan kulit, saraf tepi, hingga saluran pernapasan. Berbeda dengan cacar air dan herpes yang disebabkan oleh virus, kusta terjadi karena adanya infeksi bakteri, yaitu Mycobacterium leprae. Kusta adalah kondisi yang dapat menular melalui percikan ludah penderitanya, misal saat terbatuk atau bersin. Lantas, bagaimana cara mengenali kusta, dan bagaimana gejalanya? Nah, artikel di bawah ini akan menjawab semuanya!
Oya ... Bapa pernah bertugas di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Sitanala sebagai dokter umum. Ketertarikan beliau terhadap penyakit kusta berawal dari sana. Begitu banyak pasien kusta yang terlambat ditangani, bahkan hingga stadium lanjut yang parah sekali.Â
Terlebih masih berkembang mitos tentang kusta yang dianggap penyakit kutukan. Penderita kusta sampai diasingkan bagai orang berdosa yang tak boleh disentuh. Kadang dipasung atau 'dibuang' di lokasi yang jauh dari pemukiman. Tidak dibawa berobat ke fasilitas kesehatan karena malu.
Seperti penjelasan Bapa saat aku menemaninya mengetik laporan ternyata bakteri kusta memerlukan waktu lama untuk berkembang biak. Gejala yang ditimbulkan biasanya tidak tampak jelas di awal dan akan terlihat secara perlahan. Â Bahkan, dalam beberapa kasus, gejala kusta baru akan muncul setelah bakteri berkembang biak dalam tubuh pengidapnya selama bertahun-tahun.Â
Aku diperlihatkan beberapa gambar hasil observasi Bapa terhadap pasiennya. Adapun gejala kusta adalah sebagai berikut:
- Anhidrosis, yaitu kulit tidak mengeluarkan keringat
- Luka pada telapak kaki tidak terasa nyeri
- Kulit menjadi mati rasa, termasuk kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan, tekanan, suhu, bahkan rasa nyeri
- Kulit terasa kering dan kaku
- Saraf membesar, umumnya pada lutut dan siku
- Alis dan bulu mata rontok permanen
- Mengalami mimisan
- Muncul bercak dengan warna lebih terang daripada kulit sekitarnya
- Terdapat benjolan atau bengkak pada telinga dan wajah
- Otot kaki dan tangan melemah
- Mata jarang mengedip dan menjadi kering
Bapa mengembangkan pengobatan kusta yang kini terapkan di Indonesia secara  umum.  Metode Multidrug Therapy (MDT) menjadi pilihan terapi. MDT adalah prosedur pengobatan yang mengkombinasikan dua antibiotik atau lebih. Apabila dibutuhkan penanganan lanjutan, biasanya akan dilakukan operasi dengan tujuan:
- Mengembalikan fungsi anggota tubuh
- Menormalkan kembali saraf yang rusak
- Memperbaiki bentuk tubuh yang mengalami kecacatan