Kebayangkan tahun 70-an sudah mengajar. Eni pernah cerita kalau sekolah guru dulu itu setingkat SMA. Namanya sekolah kepandaian putri. Masih masa penjajahan Jepang, Eni sudah bersekolah untuk menjadi guru. Luar biasa. Jadi kalau dihitung sejak mulai mengajar sekitar tahun 45-an hingga tahun 70-an, Eni sudah menjadi guru selama 25 tahun.
Tentu banyak sekali murid-murid Eni yang sudah dididik. Aku saja cucunya merasakan hasil didikan Eni. Salah satunya adalah menulis dan berpidaro. Waktu aku kelas 3 SD, ada lomba pidato hari Pendidikan Nasional. Kebetulan Eni sedang berkunjung dan menginap di rumah kami di Jakarta.Â
Mengetahui aku akan berlomba pidato, Eni semangat sekali mengajariku menulis teks dan praktek berbicara di podium, di depan khalayak ramai. Bagaimana suara harus keraskan, ada penekanan pada kata-kata tertentu, pandangan mata mengarah kepada pendengar. Tak lupa mengajari menggerakan tangan sesuai kalimat yang disampaikan.Â
Kerennya Eni tidak hanya berteori. Tapi langsung memberi contoh. Waaaahhhh ... Ternyata Eni adalah orator ulung. Pantas saja Eni terpilih menjadi anggota DPRD di kotanya mewakili Gabungan Organisasi Wanita. Bangga sekali aku sebagai cucunya.
Hasilnya tidak mengecewakan, aku berhasil meraih juara kedua. Padahal lawanku kelas di atas loh! Aku adalah peserta termuda he3 ... Saat aku pulang membawa hadiah, Eni senang sekali. Memelukku dan menyemangatiku untuk berani tampil dan berbicara di depan umum.
Semoga amal ibadah Eni sebagai guru akan menerangi kuburnya. Kelak menjadikannya jalan menempati surga-Nya terindah. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H