Â
Cung ... Siapa kompasianer yang masih merasakan memakai patromaks ?
Seorang sahabat bercerita, 'Dulu kalau almarhum kakek sudah bersiap-siap menyalakan patromaks, aku pasti langsung pasang posisi nongkrong. Persis di depan beliau. Karena bagiku dulu menyalanya lampu patromaks itu seperti sulap. Iya loh! Kok bisa, kaos lampu yang semula kempes dan terbuat dari bahan seperti jala-jala bisa menjadi genduuut. Semakin lama di pompa semakin terang ... Menyala. Waaaahhhhhh .... Emejiiing'.
Patromaks itu digunakan hanya untuk ruang tengah. Sedangkan ruang lain seperti  kamar tidur atau ruang makan rumah kakek memakai lampu teplok minyak tanah. Hhhmmm ... Kamu kalau pernah mengalami pasti tak akan pernah lupa.  Bau khas minyak tanahnya akan menempel di baju dan semua kain dalam kamar. Bahkan jelaga hitamnya bisa juga mendarat dengan manis di pipi kita ha3 ... Nah ... Spirtus nya biru. Rasanya dingin jika dicelup jari-jari kita ya. Benar-benar kayak sulap. Oya ... Aksi memompa patromaks juga kudu pas, kalau tidak bakalan gagal deh! Lampunya tidak menyala dengan baik.'
Setelah berkeliling dan merasakan sensasi kembali ke masa lalu, aku membeli lonceng sapi dari bahan kuningan. Â Pulangnya mampir ke pasar Klewer membeli batik. Asyiknya wisata di kota Solo sambil belajar sejarah. Nantikan kisah blusukan di kauman Solo dan keliling keraton Surakarta.Â
Salam jalan-jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H