Diantara kalian yang merasakan hidup di zaman orde baru, pernahkah kalian mendapatkan nasehat atau diwanti-wanti untuk tidak masuk dalam dunia politik? Well, penulis memiliki kakek (almarhum) yang selalu menasehati dengan kalimat, "Jangan pernah masuk/ ikut politik, politik itu jahat!"Â
Nah, sebagai anak-anak, mendengar kata "jahat" tentu saja membuat ngeri. Meskipun belum mengerti apa arti politik sesungguhnya, ucapan tersebut menjadi 'kalimat sakti' untuk tidak mencoba mencari tahu tentang politik, walau penasaran. Karena bukan hanya kakek, tapi hampir semua orangtua saat itu melarang anak-anaknya untuk terlibat atau membicarakan politik karena paradigma yang terbangum di masyarakat tersebut.
Dimasa kanak-kanak penulis pada zaman orde baru, hanya memahami politik adalah tentang kemeriahan masa kampanye setiap 5 tahun sekali. Dimana jalan-jalan dipenuhi massa yang mengendarai kendaraan-kendaraan dengan mengibarkan bendera partai sambil meneriakan yel-yel dengan penuh gelora, dibarengi pekak suara klakson dan gas motor yang meraung-raung. Para peserta kampanye memenuhi kendaraan yang ditumpangi dengan duduk di jendela-jendela pintu mobil, bagasi, bahkan sampai naik ke kap mobil sambil mengibar-kibarkan bendera partai berukuran besar. Dan sebelum jadwal kampanye, salah satu partai terkuat menyebarkan kertas berlogo partai melalui helikokopter, membuat 'hujan kertas' yang akan kami, anak-anak perebutkan dan saling bersaing mengumpulkan paling banyak. Hiruk pikuk, namun membuat bergetar. Betapa semangat rakyat memeriahkan pesta demokrasi saat itu. Momen yang membuat masa kanak-kanak penulis menjadi berkesan dibalik kalimat "politik jahat" nasehat kakek.
Memahami politik bagi penulis seiring waktu dan pendidikan yang didapatkan mulai timbul pertanyaan, "jika politik itu jahat, mengapa ada pendidikan politik di sekolah?".Â
Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), sempat penulis dapatkan di sekolah menengah pada saat itu. Bahkan dimasa itu, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah selama 1 minggu diisi dengan penataran P4 bagi siswa yang baru memasuki Pendidikan Menengah Pertama maupun Atas, dan Perguruan Tinggi. Kesemuanya itu jelas mengandung muatan politik dalam Pendidikan di sekolah.
Yuk, sekilas menengok perjalanan politik pada masa Orde baruÂ
Sebagai rezim orde baru, Soeharto, pada masa pemerintahannya melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, serta pengamanan kebutuhan pokok bagi masyarakat sebagai program jangka pendek dalam pembangunan. Sedangkan program jangka panjang, pemerintah melakukan program Pelita (Pembangunan Lima Tahun) yang menitik beratkan pada sektor ekonomi dan industry. Program-program ini berhasil menjadikan ekonomi Indonesia berkembang pesat.Â
Pemerintah juga menerapkan beberapa program sebagai konsepsi Pendidikan yang dikenal dengan 'sekolah pembangunan'. Program-program tersebut adalah;
a. Program pemberantasan Buta Huruf (dimulai sejak 6 agustus 1978)
Program ini berhasil menurunkan angka penyandang buta huruf dalam kurun waktu 10 tahun (1980 - 1990) dari 28,8 % menjadi hanya 15, 9 % berdasarkan pendataan sensus penduduk.Â
b. Program  Instruksi Presiden  (Inpres)