Ranti tak habis pikir, kok ada ya orang seperti itu? Berulang kali mengumbar janji, berulang kali pula mengingkari. Memberikan harapan lalu mengecewakan, bahkan pada orang yang telah menolongnya. Kata-katanya tak lain hanyalah dusta, dan tak jarang dengan membawa serta nama Tuhan. Astaghfirullah .... koq tak ada rasa bersalah atas apa yang dilakukannya. Tak apalah kalau tak menganggapku sebagai insan, tapi masih adakah rasa takut kepada sang Pencipta?, tak henti batinnya terus bertanya. Ranti sungguh prihatin memikili teman seperti Winda, dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan Winda?
Berawal dari ajakan berteman di jejaring sosial, Ranti terhubung dengan Winda. Ternyata mereka satu almamater waktu SMP. Walau mereka belum pernah sekelas dan Ranti merasa belum pernah bertemu dengan Winda, namun obrolan mereka nyambung. Apalagi ternyata Winda sahabat Ririn, yang tak lain adik bungsu dari ibu Ranti.
Baru beberapa minggu terhubung, mamih Winda dirawat di rumah sakit, bahkan sampai menjalani operasi karena ada gangguan di empedunya. Saat akan pulang dari rumah sakit, Winda sms Ranti kalau mamih tak bisa pulang karena ada kekurangan pembayaran rumah sakit. Jika ada, pinjam dulu sambil nunggu dari asuransi cair.
Ranti bukan orang kaya, atau berlebih secara materi. Namun karena ia sudah menganggap Winda sebagai saudara, hatinya tergerak untuk menolong. Apalagi ini untuk mamih Winda, bagaimana jika hal tersebut menimpa ibunya sendiri. Tanpa berpikir panjang Ranti bertanya berapa jumlah uang yang diperlukan. Winda menyebut angka 4,5 juta. Ranti tak punya uang sebanyak itu. Ia bilang pada Winda, hanya ada uang kuliah anaknya yang harus dibayarkan minggu depan. Winda bilang sebentar saja, begitu asuransi cair langsung diganti. Ia menyebut nama lembaga asuransi terbesar, dan menjanjikan di akhir minggu akan dikembalikan.
Ranti sempat ragu, mengingat besar juga jumlah yang akan dipinjam. Namun dengan pertimbangan Winda bekerja di sebuah bank swasta, lalu ada jaminan dari asuransi ternama, dengan mengucap basmallah siang itu juga ia transfer uangnya. Apalagi Ranti sendiri sering mendapat bantuan dari teman-temannya, mungkin ini saatnya ia membantu orang lain yang tengah kesusahan. Jika kita sedang berlebih menolong, itu sudah biasa. Namun jika kita sendiri sedang sulit dan mau menolong, tentu akan membawa kebahagiaan tersendiri. Itulah harapannya.
Ketika tiba waktu yang sudah disepakati, Winda minta waktu dengan alasan dari asuransi belum cair. Ranti mulai curiga, karena lembaga asuransi yang besar tak mungkin terlambat seperti itu. Setelah beberapa kali ditagih, 2 minggu kemudian Winda transfer 2,7 juta dengan permintaan waktu 2 x 24 jam untuk melunasi sisanya. Ini membuat uang kuliah anaknya terhambat dan terpaksa harus membayar dengan cara mencicil.
Setelah itu berbagai alasan dikemukakan Winda, dengan janji yang tak pernah ia tepati. Winda bilang “Aku berani pinjam karena ada untuk membayarnya”, tapi tak pernah terbukti. Suatu saat dia bilang “Aku transfer hari ini”, juga tak dilakukannya. Saat ditanya transfer jam berapa? Winda tak menjawab.
Pernah Ranti bilang, “Maaf Win aku belum bisa mengikhlaskan buat kamu karena aku juga masih perlu”. Winda bilang “Tidak boleh diikhlaskan Ti, karena aku masih mampu kerja”. Sayangnya, kata-kata itu hanya di bibir saja. Pernah juga Ranti minta dicicil saja 3 atau 4 kali, seadanya dulu... Winda menyetujui, “Iya, minggu ini aku transfer. Tunggu aja nanti aku kabari”. Namun betapa kecewanya Ranti karena itu juga tak terbukti.
Di lain waktu, saking kesalnya Ranti bilang, “Win aku bukan pengemis, tapi meminta hakku kembali”. Winda menjawab “Memang aku janji minggu ini Ti“, tapi tak juga ia penuhi janjinya. Dalam suatu kesempatan, Ranti sms Winda, “Baru pulang dari pemakaman teman, jadi tak tega nagih-nagih terus sama Winda, hanya buat dosa karena janji-janji tak ditepati. Sekarang tak usah nunggu terkumpul, transfer seadanya saja dulu, buktikan niat baik mau bayar. Insya Allah nanti dikasih keringanan kalau sudah beberapa kali nyicil. Kalau tidak, akan jadi hutang sampai mati”. Tak ada respon ....
Malamnya Ranti sms lagi, “Mulai lagi Winda abaikan sms aku ... apa salahku? Aku menganggapmu saudara, berusaha menolong walau aku juga dalam kesulitan. Inikan balasannya?”
Agak lama baru Winda menjawab, “Subhanallah Ti, niatku melunasi semua pengen secepatnya kelar ... gak ada niat mengabaikan”.