Mohon tunggu...
dewi khoiriyatul aini
dewi khoiriyatul aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang prodi perbankan syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Indonesia

19 November 2024   10:35 Diperbarui: 19 November 2024   11:26 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input global planet news

Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh karena latar belakang pendidikan mereka yang sebagian besar pernah belajar di Eropa Barat. Mereka percaya, bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan baru terbatas pada interaksi politik di parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya bisa terwujud, karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan pada masa itu karena masih bergejolak perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari intervensi Belanda , inggris dan sekutu sekutunya.

2. Masa demokrasi parlementer 

Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode ini dinamakan juga sebagai masa pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia. Periode ini juga disebut sebagai “Representative/Participatory Democracy”. Oleh Herbert Feith, pemerintahan pada masa ini disebut juga sebagai “Constitutional Democracy”. Da Demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam kancah kehidupan poltik di Indonesia.Perdebatan tentang gagalnya demokrasi parlementer di Indonesia Adnan Buyung Nasution (1993), mengajukan tesis bahwa kegagalan demokrasi parlementer itu disebabkan adanya persamaan kepentingan antara Presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan.Dengan segala penghargaan terhadap berbagai pendapat yang diajukan tentang kegagalan demokrasi parlementer di Indonesia, perlu dilakukan identifikasi beberapa penyebab dari kegagalan tersebut yaitu: pertama, dominannya politik aliran, basis sosial-ekonomi yang masih sangat lemah.Pemilahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pasca kemerdekaan boleh dikatakan sangat tajam. Pemilahan tesebut berseumber dari masalah agama, etnisitas, kedaerahan, dan lain sebagainya. Pemilahan sebagai sumber pengelompokkan politik yang kemudian oleh Clifford Geertz disebut sebagai politik aliran, yang merupakan ciri pokok perpolitikan pada masa pasca-kemerdekaan.

Hal lain yang hendaknya perlu kita catat adalah kinerja dari demokrasi parlementer mempunyai kaitan sangat erat dengan topangan ekonomi yang masih sangat lemah. Dikalangan ilmuwan politik, diantaranya Seymor Martin Lipset, Karl W. Deutsch, dan Bingham Powell, terdapat suatu keyakinan bahwa demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh koalisi sosial dan ekonomi yang kuat. Terutama dilihat dari besar-kecilnya pendapatan perkapita masyarakat, tinggi-rendahnya kemampuan baca-tulis (literacy), urbanisasi, dan besar-kecilnya masyarakat yang terekspos di media massa. Kalau kita menggunakan konsep ini sebagai titik-tolak berpijak, kita seharunya tidak heran kalau demokrasi parlementer mengalami kegagalan didalam memperlihatkan kinerjanya dengan baik.Makna dari ini semua itu adalah bahwa nilai demokrasi tidak ditopang oleh tatanan sosial kita yang masih sangat hierarkis. Terutama yang bersumber dari sistem nilai dalam tatanan sosial Jawa, dimana strata sosial yang sangat tegas antara wong cilik dengan wong gedhe sangat mewarnai perilaku politik masyarakat pada umumnya.

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Sejak berakhirnya pemilihan umum tahun 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Bahkan pernah suatu kesempatan di istana merdeka beliau melontarkan keinginannya untuk membubarkan saja partai-partai politik. Selain itu , Soekarno juga melontarkan gagasan, bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai sengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gorong-royong dan kebersamaan dalam kekeluargaan. Soekarno juga menekankan bagaimana besarnya peranan pemimpin dalam proses politik yang berjalan dalam masyarakat kita.  kemudian beliau mengusulkan, agar terbentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong, yang melibatkan semua partai politik yang ada, termasuk Partai Komunis Indonesia yang selama ini tidak pernah terlibat secara resmi dalam koalisi kabinet.

4. Demokrasi Dalam Pemerintahan Orde Baru.

Pemberontakan G-30S/PKI merupakan titik kulminasi dari pertarungan atau tarik menarik politik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, akibat dari usaha kudeta yang gagal dari PKI membawa akibat yang fatal bagi partai itu sendiri, yakni dengan tereliminasinya partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia.pada masa
Era baru ini pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 sampai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru.Selain itu o
rde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin menjadi lebih demokratik. Dalam kenyataan tidak terjadi perubahan yang substantif dari kehidupan politik di Indonesia antara Orde Lama dengan Orde Baru, terutama pada permulaan Orde Baru sampai berakhirnya Pelita IV, atau memasuki permulaan 1990-an. Kenyataannya, dalam perjalanan politik Orde Baru, Kekuasaan Kepresidenan merupakan pusat dari seluruh proses politik yang berjalan di Indonesia.

5.Demokrasi Pasca Amandemen UUD 1945.

Perkembangan demokrasi Indonesia pasca amandemen UUD 1945 yang dimulai sejak tahun 2000 hingga tahun 2002 mengalami suatu fase perkembangan baru yang cukup mencerahkan kehidupan demokrasi. Hal ini ditandai dengan perubahan mendasar dalam sistem politik dan sistem ketatanegaraan dimana ruang bagi rakyat untuk mengekspresikan keinginan politik sangat terbuka dengan pembatasan yang minimal. Fase ini dinamakan sebagai fase pembukaan keran demokrasi Indonesia yang selama pemerintahan Orde Baru mengalami ketertutupan dalam arti pembatasan-pembatasan bagi rakyat untuk berdemokrasi seutuhnya.perkembangan demokrasi Indonesia belum juga  mencapai demokrasi modern yang utuh, karena rumusan normatif nilai-nilai dan parameter demokrasi sebagaimana yang tertera dalam amandemen UUD1945 belum seluruhnya diimplementasikan secara murni dan konsekuen. Pada saat yang sama penegakan hukum  dalam kehidupan demokrasi masih belum optimal dilaksanakan,  misalnya masih terdapat keputusan hukum yang belum mencerminkan asas keadilan, masih banyak mafia hukum alias makelar kasus, penegakan hukum masih mengenal tebang pilih, penegakan hukum masih bisa diintervensi oleh kelompok tertentu, dan lain sebagainya kasus hukum dan pelanggaran demokrasi yang masih biasa.Dan Kesimpulannya bahwa demokrasi Indonesia setelah amandemen UUD 1945 masih dalam proses pencarian jatidiri menuju terwujudnya demokrasi modern yang sesungguhnya.

#Pancasilapbsa7

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun