Mohon tunggu...
Dewi Kartika
Dewi Kartika Mohon Tunggu... Dosen - Univesitas Binawan

Prodi Kesejahteraan Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Menguras Emosi

17 Juni 2014   05:26 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:26 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini media sosial seperti facebook twitter BBM, google plus dan lain sebagainya diramaikan dengan berbagai komentar baik yang  berkomentar positif maupun negatif tentang kandidat calon presiden dan wakil presiden republik indonesia tahun 2014-2019. Selain memberikan komentar mereka pun menganalisa mengenai masing-masing pasangan, mendadak teman-teman menjadi 'juru kampanye' dan “pengamat politik”.

Saling Serang Antar Kubu

Aksi saling dukung ini ternyata cukup membuat panas dunia sosial hingga mampu menyulut emosi kedua belah pihak, maka tak dapat dihindari perang komentar pun terjadi. Seru, sayangnya para komentator ini kemudian terjebak oleh fanatisme yang membabi buta, hingga melakukan serangan brutal kepada kubu lawan. Tiba-tiba dinding facebook twitter dan BBM saya berubah menjadi arena ungkapan kebencian, hujatan, merasa paling benar sendiri, orang lain bodoh begitu betebaran. Hal ini tentu mengacaukan hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, karena diganggu penilaian subyektif pendukung tanpa melihat kemampuan objektif kandidat yang ada. Meskipun banyak yang menghujat, masih ada beberapa yang santun dan sehat melakukan penilaian terhadap kandidat dengan melemparkan argumen-argumen yang masuk akal melalui diskusi yang mampu membuka pikiran pembaca, tapi sayangnya orang-orang seperti ini sangat sedikit. Ada pula orang-orang yang memberikan pernyataan bahwa mereka netral, tapi ujung-ujungnya mencaci-maki dan sinis pula.  Pada awalnya mungkin seseorang hanya berniat melakukan kritik yang konstruktif kepada lawan yang dinilai menyimpang. Namun, kritik konstruktif tersebut cenderung berubah menjadi kritik dekstruktif yang tidak lagi menghargai moralitas dan kemanusiaan karena terselipnya hujatan di dalamnya. Kritik yang konstruktif tentunya merupakan hal positif yang memberikan asas kemanfaatan jika solusi yang diberikan lebih tepat.

Membangun Kompetisi Yang Sehat

Dilain pihak, fonomena  mendadak kampanye ini tentu saja mengambarkan betapa besar harapan masyarakat untuk mendapatkan seorang pemimpin yang akan membawa perubahan besar bagi masyarakat dan bangsa indonesia. Meskipun kita tahu teman-teman yang bersuara lantang dengan cara berkomentar, menganalisa, membagikan tautan berita, biografi bahkan melakukan black campaign ini tidak akan memperoleh keuntungan secara langsung seperti elit politik yang dipastikan mendapat jatah kursi di pemerintahan ketika kandidat presiden yang mereka dukung menang.  Namun demikian sepertinya mereka sangat sadar tentang satu hal bahwa perubahan pemimpin bukan sekedar persoalan apa yang dirinya  dapat tapi bagaimana pemimpin baru mampu membawa bangsa ini kearah yang lebih baik sesuai dengan ekspektasi mereka.

Kepedulian melalui mendadak kampanye ini akan menjadi positif ketika dibangun dengan cara yang positif, meskipun kita sadari demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom) namun ketika kebebasan itu menjauhkan kita dari kepatuhan pada hukum (rule of law) maka kemungkinan hanya akan menimbulkann dampak negatif dan ketegangan politik nasional.

Pemilihan umum adalah sebuah kompetisi, maka berkompetisilah secara sehat dan kesatria, jika anda para pendukung pasangan capres dalam keterlibatan berkampanye di sosial media berharap mendapatkan tambahan pendukung maka ada beberapa hal yang perlu dipikirkan:

1) cara saling serang, menghujat dan saling menghina tidak akan bisa menambah pendukung, kemungkinan justru sebaliknya, kubu yang anda serang akan melakukan serangan balik, boleh jadi serangannya lebih kejam.

2) apabila berharap orang yang masih netral dan  belum menentukan pilihan tertarik pada jogoan anda, sementara terus-menurus anda melakukan kampanye hitam ada dua kemungkinan, pertama ia akan memilih golput karena ketidakpercayaannya pada semua kandidat dan kedua, energi negatif yang anda sebarkan akan memperburuk persepsi teman terhadap pribadi anda, kecuali anda memang benar-benar seorang politisi.

3) agresifitas dalam menyerang kandidat yang anda anggap “tidak layak” bisa berakibat orang yang tadinya mendukung melompat ke kubu seberang karena merasa simpati dengan kandidat yang menurut mereka terzalimi. Nah..., kalau sudah begini, apa mau dikata?. Kita tak bisa mengeneralisir bahwa orang yang berada dalam pertemanan memiliki pola pikir yang sama, itulah pentingnya belajar psikologi massa dalam dunia politik dan tentu sebagian besar dari kita kurang mengerti.

4) menjelaskan kelebihan calon yang anda dukung dengan jujur, tanpa menyerang pesaing, akan menjadikan informasi ini sebagai bahan rujukan pemilih.  Apalagi bila anda memaparkan keunggulannya dengan sangat baik sehingga mampu menyentuh hati pembaca. Bilapun informasi dari anda tidak akurat toh ini tetap menjadi alat pembanding bagi pembaca dalam menentukan sikap.

5) menunjukkan kekurangan pesaing dari kandidat pun dapat dilakukan, sebab menunjukan kelemahan berbeda dengan menghujat dan menghina apalagi memfitnah tanpa data, dengan cara-cara demikian, nampaknya dunia media sosial tempat kita berinteraksi akan dipenuhi oleh hal-hal positif dan bermanfaat.

Politik adalah Proses Sepanjang Jaman

Membangun sebuah konsep kompetisi yang sehat dalam dunia perebutan kekuasaan tidaklah mudah perlu kerja keras bagi seluruh lapisan masyarakat. Saat ini saya masih melihat bahwa politik dalam pandangan masyarakat masih berkutat pada kampanye yang membangun popularitas dengan citra yang dibuat-buat untuk mengesankan pola bombastis sebagai cara utama menarik perhatian serta suara masyarakat dibandingkan dengan adu program visi misi yang konsisten menawarkan pemecahan masalah kesejahteraan masyarakat, berbangsa dan bernegara oleh masing-masing pendukung pasangan capres dan cawapres.

Tapi itulah, pendidikan politik perlu proses..... sebab untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi kesadaran pada individu terhadap politik yang sehat merupakan aktifitas yang mesti dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia agar setiap individu mampu berpartisipasi aktif dalam menentukan pemimpin yang akan membawa bangsa ini ke arah kemakmuran yang diridhoi oleh Yang Maha Menciptakan.

Sebagai penutup dari tulisan ini saya berharap, semoga hiruk-pikuk yang cukup menguras energi dan emosi ini segera usai dan kita kembali melanjutkan kehidupan yang normal, membangun kembali harmoni dan kebersamaan di antara segenap pertemanan, tetangga, masyarakat dan berbangsa, tanpa dendam atas dasar ukhuwah solidaritas dan persaudaraan. (Dewi Kartika)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun