Menyikapi ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan, terutama setelah adanya klaim nine dash line atau klaim sembilan garis putus-putus, di mana Republik Rakyat China menyebut bahwa Laut Natura Utara termasuk bagian dari peta kekuasaan republik mereka, membuat pemerintah Indonesia kini terpaksa harus bertindak lebih tegas lagi.Â
Pasalnya, batas-batas wilayah kekuasaan yang sebelumnya sudah tertuang resmi dalam Konvensi UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa perairan Natuna Utara merupakan wilayah resmi negara Indonesia, dengan tanpa rasa bersalahnya telah dirusak secara eksplisit oleh China melalui publikasi resminya dalam nota diplomatik PBB, yang otomatis memicu eskalasi konflik di kawasan Laut China Selatan semakin memanas dan mengancam kedaulatan negara.Â
Meski klaim tersebut tidak sepenuhnya begitu mengejutkan, mengingat letaknya sendiri yang memang berada di daerah rawan konflik, namun dalam hal ini pemerintah masih terus berupaya untuk mempertahankan perairan Natuna sebagai wilayah kekuasaannya.Â
Salah satunya adalah dengan upaya meredam tumbuhnya rasa termarjinalisasi penduduk Natuna, yakni dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan suprastruktur serta distribusi pemenuhan kebutuhan yang tepat waktu.Â
Tentu akan sangat berbahaya jika mereka merasa termarjinalkan. mereka bisa kapan saja berpaling melakukan pemenuhan kebutuhan ke negara lain yang lebih dekat bahkan berniat melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah yang dirasa abai.Â
Kekhawatiran-kekhawatiran seperti ini yang kemudian menjadikan pemerintah semakin waspada, karena bukan hanya serangan eksternal saja yang dapat terjadi, tetapi juga serangan internal dari penduduk setempat jika mereka terlambat mengantisipasinya.
Saat ini pemerintah telah menyusun strategi maritim melawan klaim nine dash line dengan mengutamakan berjalannya kebijakan lima pilar, antara lain pengembangan budaya maritim, sumber daya maritim, infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, serta pertahanan maritim.
H.E. Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Republik Federasi Jerman mengungkapkan, sangat sulit untuk menyelesaikan konflik yang tengah terjadi. Pasalnya bukan hanya dua negara saja yang berkepentingan di wilayah tersebut, melainkan banyak negara. Dan strategi-strategi yang mereka gunakan pun juga berbeda. Inilah yang kemudian memperumit penyelesaian konflik karena adanya kepentingan yang tumpang tindih satu sama lain.Â
Sebagai negara kepulauan yang didominasi oleh wilayah maritimnya, penanaman budaya maritim dengan wawasan nusantara sedari dini penting untuk dilakukan, mengingat pendidikan itu sendiri adalah alat mempertahankan kedaulatan yang paling efektif dan efisien dari segi kognitif.Â