Pertama akan dilakukan analisa terhadap semua aktivitas ekonomi per sektor usaha dan dirinci per subsektor, sehingga akan terlihat mereka yang memang kontribusi pajaknya di bawah PDB itu sendiri. Itu artinya tax ratio nya masih rendah. Sehingga akan terlihat sektor ekonomi mana saja yang pajaknya harus ditingkatkan.  Â
Kedua Ditjen Pajak akanmenggunakan semua data yang adatermasuk dari Perbankan, Bea Cukai, Perindustrian, maupun data-data dari Pemda di daerah-daerah. Data-data tersebut akan disandingkan dengan data-data intern di Ditjen Pajak.
Ketiga dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak Amnesti Pajak berlaku Ditjen Pajak menemukan data terkait harta Wajib Pajak  yang diperoleh dari 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dlaporkan dalam SPT, akan dianggap sebagai penghasilan. Dan akan dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif normal ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
Jika melihat masih sedikitnya jumlah peserta yang mengikuti Amnesti Pajak dibandingkan jumlah Wajib Pajak  yang wajib SPT,  maka menurut Sri Mulyani tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah. Karena itu dia menghimbau pengusaha yang merasa mempunyai aktivitas ekonomi tetapi belum melaporkannya agar segera memanfaatkan satu bulan terakhir  Amnesti Pajak ini.Â
Tak perlu menunggu. Karena jika ditemukan data dan informasi yang belum dilaporkan, Ditjen Pajak akan menghitung pajaknya sesuai ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Dikenakan tarif umum ditambah dengan sanksi administrasi, maka pajak yang harus dibayar akan jauh lebih besar dibanding jika mengikuti Amnesti Pajak.
Tak lupa Sri Mulyani menggugah rasa nasionalime peserta dengan menyatakan: Amnesti Pajak yang sukses adalah hasil karya kita semua. Dan itu diperlukan agar Indonesia menjadi negara maju dan makmur
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H