"Jika pernikahan suci tak pantas untuk perempuan sepertiku, apakah aku harus berselingkuh untuk mendapatkan lelaki yang kukasihi?”
Penulis: Sinta Yudisia
Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata pelacur; WTS; kupu-kupu malam; wanita panggilan? Bergidik jijikkah? Memandang sebelah mata? Atau kita akan bersumpah serapah semoga mereka ditempatkan dalam kerak neraka paling dasar, karena menganggap mereka adalah sampah masyarakat.
Namun bagi Sinta Yudisia dalam novel terbarunya Existere, seluk-beluk dunia prostitusi di Dolly, Surabaya dapat menjadi sebuah cerita yang begitu memikat. Dengan alur cerita yang mengalir ringan, dan diksi yang terasa kaya, saya tidak merasa sia-sia telah membaca novel ini. Sungguh, ada sebuah pemahaman baru dalam benak saya. Sungguh tak adil jika kita hanya bisa melontarkan sumpah-serapah pada mereka yang terjerat dalam lembah hitam itu, tanpa memberikan solusi ataupun sedikit empati. Karena besar atau kecil kita punya andil membiarkan mereka tumbuh. Ketika mata hati kita buta pada penderitaan di sekeliling kita, membiarkan kelaparan merajai, ataupun tidak tergerak hati ketika menyaksikan anak-anak putus sekolah karena kesulitan biaya, maka kita telah membiarkan peluang tumbuh suburnya dunia prostitusi.
“Jangan memandang dosa dari sebuah tempat tinggi nun di atas bukit bercahaya.” Mengutip kata-kata penulis.
Begitu kelamkah lembah hitam itu? Tak ada lagi kah secercah cahaya dalam jiwa-jiwa penghuninya? Penulis menyibak tabir dunia para penjaja cinta, sisi tersembunyi yang jarang terekspos keluar. Dan meneropong jiwa-jiwa yang menggeliat gelisah di dalamnya.
Tak ada wanita yang bercita-cita menjadi wanita panggilan. Tak ada. Dan tak ada yang bercita-cita sampai usia tua akan menekuni profesi sebagai penjaja cinta. Jika karena alasan ekonomi akhirnya seorang wanita tercebur ke lembah hitam terdengar klasik, faktanya faktor itu yang paling dominan yang seringkali membawa wanita-wanita pemuas nafsu itu terperangkap.
Ada tiga tokoh dalam novel ini yaitu: Jamilah (Milah), Almaida (Maida), dan Qoshiratu Thorfi (Ochi).
#Jamilah
Sosok gadis desa nan cantik dan lugu. Baginya kemiskinan telah jadi makanan sehari-hari. Bapaknya hanya seorang penarik becak dan Ibunya bekerja sebagai buruh cucian. Bagi Milah dan keempat adiknya rasa lapar telah jadi sahabat mereka.
Lapar tak hanya bermakna harfiah. Ketika pemerintah sibuk berkutat dengan angka-angka: jaring pengaman sosial, GDP (Gross Domestic Product), ataupun laporan-laporan di media massa dan elektronik, maka bagi Milah dan adik-adiknya lapar lebih luas dari itu. Lapar bagi mereka adalah rasa malu, hina, dan harga diri.
Setamat SMP Milah harus mengubur cita-citanya untuk melanjutkan sekolah lagi. Di sebuah pabrik tenun dia mengabdikan diri. Dengan gaji yang tidak seberapa itulah dia membantu meringankan beban kedua orangtuanya.
Ketika pabrik tenun tempatnya bekerja itu gulung tikar, Milah pun menerima ajakan temannya (Endah) untuk mengadu nasib di Surabaya. Di kota pahlawan ini ternyata dia dititipkan Endah begitu saja di kontrakkan teman-temannya.
Di kontrakkan ini Milah mengenal tiga sosok wanita muda cantik, dengan gaya hidup berkelas. Busana, komestik,peralatan elektronik, dan makanan enak seolah bukan masalah bagi mereka bertiga. Betapa kontrasnya dengan keadaan Milah di kampung halaman.
Dengan jam kerja yang tidak lazim: berangkat malam pulang dini hari, menerbitkan tanda tanya dibenak Milah tentang pekerjaan mereka sesungguhnya. Namun dari obrolan-obrolan ringan mereka bertiga dan pengakuan salah seorang diantaranya, akhirnya Milah sadar siapa teman-teman barunya itu. Merekalah kupu-kupu malam itu.
Dua bulan terlunta-lunta dan tanpa kabar berita dari Endah, membuat Milah kehilangan pegangan. Tambahan lagi surat dari Ibunya mengabarkan kesulitan mereka di kampung, membuat Milah menerima tawaran salah satu teman barunya itu untuk mengikuti jejak mereka. Ironi, ketika harapannya tidak sesuai dengan kenyataan.
Apakah setelah tercebur di dalamnya nurani Milah akan tenggelam selamanya?
#Almaida
Puteri seorang pengusaha kaya, berlimpah harta namun miskin kasih sayang. Dengan seorang Ibu yang begitu dominan dan Ayah tak ubahnya keledai dalam keluarga mereka, maka Maida besar dalam iklim keluarga yang tidak sehat. Dia tumbuh bak ilalang, menjulang tanpa akar yang kuat menunjangnya. Dia tumbuh sebagai gadis yang rapuh dan introvert. Kecerdasan Maida yang di bawah rata-rata, menjadikan dia bak duri dalam daging bagi sang Mama.
Ibunya seorang pengusaha sukses dan berotak cemerlang. Dia menuntut kesempurnaan pada anak-anaknya. Prinsipnya kalau bisa jadi nomor satu, kenapa harus jadi yang terbaik? Ketika itu tak dia dapatkan dari Maida, maka kakak lelaki Maida satu-satunya (Andre) yang jadi sumber kebanggaannya. Sedang Maida baginya hanya beban, tidak bisa dibanggakan.
Dengan dalih agar dapat menimba ilmu agama akhrinya Maida dikirim untuk belajar di pesantren. Dunia pesantren itulah yang telah mengubah Maida, dan memberinya pondasi yang kokoh.
Namun sepulangnya dari pesantren hatinya semakin terbuka bahwa rumah tangga orang tuanya tidak sehat. Ada yang tidak seimbang. Dan dia sedang menunggu hasil kesejajaran semua pihak dalam rumah tangga orang tuanya. Perceraiankah? Atau kekerasan?
# Qoshiratu Thorfi (Ochi)
Sesuai dengan namanya yang artinya bidadari, maka Ochi memang jelmaan bidadari di dunia. Cantik, cerdas, kaya, dan berhati mulia pula. Tambahan lagi dia bersuamikan seorang lelaki sholeh: Yassir. Lengkap sudah kebahagiaannya.
Bersama sang suami dia mengelola sebuah rumah penampungan bagi anak-anak jalanan, anak-anak yatim, dan anak-anak kurang beruntung lainnya. Salah seorang teman masa kuliahnya (Vanya) ikut membantu juga.
Namun cobaan hidup itu ibarat bumbu bagi kehidupan. Jika bagi Milah kerikil itu adalah miskin harta, bagi Maida miskin rohani dan kasih sayang, maka Tuhan memberikan kerikil itu pada Ochi dengan rahimnya yang gersang. Bertahun mengarungi biduk rumah tangga tak ada tanda-tanda dia akan diberi keturunan. Sementara pada rahim perempuan-perempuan pemuas nafsu itu Dia titipkan benih, meski itu tidak diharapkan.
Dan benih itu bersemayam juga dalam rahim Vanya, salah satu teman Ochi yang juga tercebur dalam lembah hitam itu. Bahkan benih itu tumbuh berkali-kali meski tak diharapkan.
Kedatangan Vanya ke rumah Ochi kembali (setelah bertahun hilang tanpa berita) untuk meminta bantuannya agar bersedia mengurus anak yang sedang dalam kandungannya, diterima Ochi dengan tangan terbuka. Apalagi sebelumnya Vanya telah memiliki anak juga yang mengalami keterbelakangan mental.
Maka pertemuan kembali Vanya dan Yasser, menyuburkan kembali benih asmara yang sempat bersemayam dalam hati Vanya. Dan Yasser pun memberikan perhatian yang dia butuhkan. Dan api dalam sekam itu mulai mengeluarkan panas, menjalari hati Ochi.
Perempuan mana yang rela menerima cinta suaminya mulai terbelah. Akankah Ochi berlapang hati menerima kejujuran suaminya bahwa dia telah jatuh cinta lagi? Dan bagaimana akhir kisah cinta Ochi, Yasser, dan Vanya? Sungguh menarik menelusuri lika-liku hati. Fluktuasi hati naik-turun bak gelombang, dengan akhir yang kadang menghempaskan namun kadang perlahan menyapu bibir pantai. Siapa yang tahu?
*****
Milah, Maida, dan Ochi adalah sketsa keperkasaan-Nya. Jalan hidup mereka berbeda. Namun takdir mempertemukan mereka bertiga.
Begitu indah sang penulis menyelesaikan sketsa itu hingga jadi sebuah lukisan yang bisa kita nikmati dalam sebuah buku.
Existere maknanya adalah exist atau eksistensi atau keberwujudan. Mungkin penulis ingin menggelitik kita bahwa eksistensi mereka para kupu-kupu malam itu ada lho. Mereka ada di sekitar kita, menghirup udara yang sama dengan kita, dan berpijak di bumi yang sama. Namun kadang keberadaan mereka terlupakan, atau berusaha kita lupakan.
Kebon Jeruk, November 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H