Budaya Masyarakat Desa Kaliiwining Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember
Mitoni atau biasah disebut dengan tingkepan sudah umum dan tidak asing lagi bagi masyarakat jawa, karena budaya ini sendiri merupakan salah satu tradisi di masyarakat jawa, salah satunya di desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, budaya mitoni sendiri yaitu kegiatan yang yang dilaksanaan untuk memperingati tujuh bulan usia kandungan dan hanya dilakukan bagi seorang wanita yang baru hamil saja.
Dalam melaksanakannya tidak memandang dari golongan masyarakat atas,menengah,maupun bawah, mayoritas di desa Kaliwining ini melaksanakan budaya ini.
Masyarakat mempercayai bahwasannya jika melaksanakan budaya mitoni ini agar saat proses melahirkan bisa lancar dan bayi yang dilahirkan sehat serta ibu yang melahirkan selamat.
Agar buadaya ini tidak mengandung unsur kesyirikan maka Budaya ini juga di iringi dengan shalawat hadrah dan lantunan ayat suci al qur’an agar mereka ingat bahwasannya semua yang mengatur kehidupan ini hanya allah swt kita sebagai hambanya ikhtiyar dan berdo’a.
Di desa Kaliwining sendiri cara pelaksanaanya yaitu ibu yang mengandung harus memakai kain panjang orang jawa biasah menyebutnya dengan sewek atau jarek,tetapi bagi yang menggunakan jilbab mereka tidak perlu melepas hijabnya, dan mereka tidak perlu khawatir untuk menggunkan sewek atau jarik saja,mereka bisa menggunakan baju panjang setelah itu mengenakan sewek atau jareknya.
Setelah itu ibu yang mengandung tersebut di mandikan dengan menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa dan menyiramkannya mulai atas sampai bawah biasanya air untuk memandikan di campur dengan beberapa macam bunga.
Selesai prosesi memandikan di lanjutkan dengan membacakan lantunan ayat ayat suci Al Qur’an, biasanya di bacakan oleh suami atau calon ayahnya.dan juga di bacakan ayat ayat suci al qur’an oleh orang orang yang menghadiri,ayat suci yang dibacakan biasanya Qs.Yusuf, Qs. Maryam dan yang lainnya.
Sejarah terjadinya tingkepan yaitu, pada zaman kerajaan kediri yang diperintah oleh raja jaya baya ada seorang wanita yang bernama niken satingkep, ia menikah dengan penggawa kerajaan yang bernama sadiyo. Dari pernikahannya lahirlah sembilan orang anak, akan tetapi mereka mengalami cobaan, yaitu dari kesembilan anaknya meninggal dunia.
Tetapi Mereka tidak putus asa dalam usahan dan berdoa agar mereka mempunyai anak lagi dan suatu saat tidak bernasib sama seperti anak anaknya dulu.