Mohon tunggu...
dewi ayu
dewi ayu Mohon Tunggu... -

selalu berusaha menjadi yang lebih baik...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sudah Bijaksanakah Aku Menjadi Seorang Ibu?

21 Juli 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masa dan waktu memang terus berputar, begitu banyak cerita dan kejadian yang mengisi tiap lembarannya yang akhirnya akan terjilid dalam sebuah buku kehidupan. Ada lembaran yang berisi tentang perubahan fisik manusia, dari bayi, remaja, dewasa dan tua. Ada lagi perubahan sikap dalam memandang kehidupan sesuai dengan alur usianya. Dan terkadang lembarannya terisi juga dengan perubahan akhlak dan sifat manusia, bari baik menjadi buruk ataupun sebaliknya. Dan semuanya itu berlangsung bagai siklus siang dan malam.... terasa begitu cepat....

Dan akupun, insan tak luput dari kodrat dunia,  melewati lembaran-lembaran itu. Rasanya belum hilang dari benakku, aku masih bersandar manja di bahu ibuku. Masih menjadi bagian dari keluarga besarku, ayah, ibu dan kakak kakakku. Masih tak punya tanggung jawab yang berarti, selain mencoba menjadi anak yang tak mengecewakan orang tuaku.

Sekarang Masa itu tlah berganti. Akulah yang sekarang menjadi orang tua itu. Dan tanggung jawab serta  amanah yang dititipkan Allah kepadaku adalah anakku. Sekilas pekerjaan seorang ibu adalah pekerjaan yang tanpa arti dan tak memerlukan strategi. Karena mungkin sebagian hanya memandangnya sebagai rutinitas harian belaka. Mengurusi rumah, memasak, mengatur kebutuhan suami dan anak.... that's all.

Terkadang aku berpikir, apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk menjadi seorang ibu yang baik, yang berhasil mendidik anak-anaknya? Apakah harus menjadi seorang ibu yang super untuk menghasilkan anak yang lebih super? Ataukan dibutuhkan seorang ibu yang kuat dan tanpa cela agar dihasilkan anak-anak yang berhasil dan berguna?

Tapi kemudian pertanyaan di benakku menjadi bercabang. Keberhasilan yang bagaimana yang dianggap tercapai bagi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya? Apakah anak yang pintar dan jenius yang nantinya mempunyai masa depan yang cerah? Ataukah cukup harapan yang selalu terselip dalam setiap doaku, agar anakku nantinya bisa menjadi laki-laki yang bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya, dunia dan akhirat?

Kata yang dituju oleh setiap orang bagi masa depannya, mungkin adalah " SUKSES". Tapi samakah persepsi setiap orang tentang kata itu? Bahkan kata sukses antara orang tua dan anakpun mungkin bisa berbeda. Mungkin orang tua mengartikan kata sukses dengan kaya dan bahagia. Tapi apakah anak juga demikian?

Dan sekarang sebenarnya bagaimana kunci yang terbaik dalam mendidik seorang anak? Untukku, terkadang kesenjangan jaman memang sedikit menjadi kendala dalam menerapkan pendidikan bagi anakku. Dalam usiaku yang setara dengan anakku sekarang, 13 th, aku sudah benar-benar menjadi anak yang mandiri. Aku sudah bisa melakukan semua yang menjadi tugasku tanpa harus diperintah oleh ibuku. tapi mengapa ya, anakku sekarang tak bisa semandiri aku? Mungkin sebenarnya aku sendiri yang salah, karena aku selalu mencoba "terlibat"  dalam setiap tugas yang mestinya dia pikul. Caraku memandang dia yang harusnya aku ubah, dia bukan lagi anak kecil tapi remaja yang sudah harus belajar bertanggung jawab untuk masa depannya.

Ada ketakutanku yang lain lagi. Sampai usianya sekarang aku belum membiarkan dia pergi dan pulang sendiri ketika ke sekolah. Rasanya aku takut membiarkannya berada di dunia luar yang sangat tidak bersahabat itu. Apa aku terlalu overprotektif kepadanya? Kapan aku membiarkannya belajar menjaga dirinya sendiri dengan ikhlas dan tanpa was-was? Mungkin tak ada salahnya kalau aku mengajarinya naik angkutan umum ke Sekolahnya. Mengajarinya menghadapi orang-orang yang tidak semuanya bermaksud baik kepadanya. Mengajarinya memilah dan memilih mana yang bagus dan yang buruk?

Belum lagi laju informasi yang sekarang sulit dibendung datangnya. Tak memperbolehkan dia terlibat, sama juga membiarkan dia menjadi katak dalam tempurung. Tapi jutaan informasi dan tayangan yang sangat tidak bersahabat, terkadang membuatku takut kalau anakku mencuri-curi untuk melihat atau mengaksesnya. Kadang aku malah kangen dengan jaman kecilku dulu, untuk tahu ilmu harus menabung untuk membeli buku. Membaca buku sekarang menjadi hal yang terkadang menjadi paksaan untuk dikerjakan bagi anak-anak.

Kesenjangan Masa dan waktu juga mempengaruhi sifat dan sikap anak kepada orang tua. Dulu kalau orang tua berkata "tidak", aku hanya mengangguk dan tak mempertanyakan lagi. Sekarang, setiap kata "tidak" yang meluncur dari mulutku harus disertai alasan yang jelas dan bisa diterima akalnya. Suatu keadaan yang terkadang cukup sulit bagiku atau bahkan suamiku menghadapinya. Aku sadar sekali memang sebenarnya dibutuhkan keterbukaan dalam menghadapi setiap keadaan, baik ataupun buruk. Terbuka menerima kesalahan dan kekurangannya. Karena dengan itu kuharapkan dia selalu jujur kepadaku atas setiap perbuatannya. Mengakui kesalahan kepada anak juga membutuhkan keberanian orang tua, dan aku selalu mencoba untuk melakukan itu... meski sebenarnya berat.

Kurasakan kini, besar sekali tanggung jawabku sebagai seorang.... ibu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun