Mohon tunggu...
Humaniora

Ironi Pendidikan di Rezim Infrastruktur

13 Desember 2017   23:28 Diperbarui: 13 Desember 2017   23:41 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa kabar anak-anak yang dilahirkan dari rahim pendidikan? Bagaimana kondisimu saat ini, apakah sehat dan baik-baik saja? Jika ya, lantas bagaimana kondisi negerimu, apakah sehat dan selaras dengan jiwa dan ragamu?

Singkatnya, "apakah kondisi bangsa dan negaramu saat ini dalam keadaan baik-baik saja? Jika tidak, maka dimana posisimu? Bukankah kau kemarin mengatakan pro-keadilan, pro-rakyat, dan selalu berpihak dan memihak pada golongan yang dirugikan, diasingkan, dan dimarjinalkan. Bukankah kau kemarin mengatakan bahwasanya Pendidikan adalah hak seluruh anak negeri ini, atas konsekuensi logis menuju bangsa yang cerdas dan tercerdaskan, yang bebas dan membebaskan, bukan sebaliknya kan?

Idealnya, pendidikan merupakan sarana transformasi manusia menuju hakikat kemanusiaannya yang sesungguhnya. Pendidikan menjadi sentral utama dalam menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran manusia akan jati diri dan potensi yang dimilikinya. Namun, jika melihat kondisi seperti yang dijelaskan diatas, apakah pendidikan hari ini mampu untuk membawa perubahan besar dalam hidup peserta didik khususnya, dan perubahan besar bangsa ini? 

Kita hari ini, lagi-lagi dibuat kecewa atas ketimpangan dan ketidakmerataan pendidikan yang terjadi pada tubuh bangsa ini, ketika anak-anak Jawa dan sekitarnya dapat tersenyum mesra mengenyam pendidikan dengan fasilitas yang ada, sedangkan apa yang terjadi dengan daerah-daerah lainnya? Bukankah televisi dan media-media lainnya menayangkan hal itu, menayangkan kesenjangan untuk kita bersama saksikan? Dan bukankah sila "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" dengan jelas dan tegas mengatur perihal tersebut untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia?

Sesungguhnya, rakyat hari ini menantikan kedatangan pendidikan yang benar-benar mampu membebaskan, bukan janji-janji yang seolah meyakinkan namun sangat miris ketika kita pikirkan. Bagaimana mungkin Pemerintah yang sejatinya merupakan representasi dari masyarakat atas kebutuhan dan keinginannya, acuh tak acuh dan abai atas  keinginan dan kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang membebaskan, nyatanya hanya menjadi omong kosong belaka, bahkan dijadikan bahan kampanye untuk menarik minat masyarakat.

Untuk itu, agar dapat menjawab berbagai permasalahan yang hadir dalam tubuh pendidikan saat ini, kinerja pemerintah amat dibutuhkan atas ini, bukan janji dan lagi-lagi janji. Pemenuhan atas janji pemerintah merupakan tugas utama yang perlu kita tagih, tuntut, dan suarakan bersama sebagai generasi yang mengemban spirit pembebasan atas masyarakat yang dipinggirkan dan dimarjinalkan, masyarakat yang tidak mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara yang adil dan makmur "katanya".

Sebagai alternatif lain, penumbuhan kesadaran akan pengetahuan perlu kita perlebar seluas-luasnya, meskipun dalam ruang lingkup independen yang non-pemerintah. Penciptaan ruang diskusi dan ruang belajar bagi anak-anak maupun semua kalangan sejatinya perlu dibangun, sebagai bukti pedulinya kita sebagai agen of change "katanya", akan pentingnya pengetahuan untuk menopang, membangun, dan menciptakan sebuah bangsa yang besar dan bermartabat. 

Dengan begitu, nuansa akademis dan kritis akan menjadi budaya baru dalam jiwa-jiwa warga negara Indonesia, yang punya hak untuk memperjuangkan kemajuan dan kebangkitan negaranya.

Di akhir, marilah menghimpun suatu kekuatan historis baru dengan menjadikan "saya" sebagai "kita" untuk kemudian bergerak bersama. Menciptakan sebuah spirit baru sebagai lanjutan spirit-spirit generasi sebelumnya untuk membawa bangsa ini menuju suatu kemerdekaan yang benar-benar diidamkan, yakni kemerdekaan 100 % yang khas Indonesia. Dengan melawan apapun dominasi yang sengaja diciptakan untuk menindas satu atas lainnya, baik atas nama individu maupun sebagai bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun