Mau tau bagai mana anda bisa jadi manusia yang produktif dimanapun aja anda berada? Yuk, simak ulasan berikut ini.Â
Di dalam Alquran itu terdapat petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, menginfakkan sebagian harta yang dikaruniakan Allah, juga yang beriman kepada apa yang Allah turunkan kepada Nabi   Muhammad saw. (Al-Baqarah: 2-4). Menurut Alquran, salah satu tujuan berpuasa adalah agar kita selalu dapat merealisasikan takwa (Al-Baqarah: 183) yang pelakunya disebut sebagai orang yang bertakwa (muttaqun).
Takwa karenanya adalah bagian dari terminologi Qurani. Ia tidak sekadar slogan ataupun materi sumpah jabatan. Takwa bahkan sangat berkaitan dengan aktivitas kehidupan. Minimal ada dua kumpulan ayat Alquran yang menerangkan tentang hakikat serta cakupan takwa dan para pelakunya. Pertama ayat 2-4 surah Al-Baqarah yang dinukil di atas. Di situ takwa dipaparkan sebagai realiasi dari iman kepada yang ghaib, juga kehidupan di hari akhir, melaksanakan syariat Islam melalui penegakan shalat, serta gemar bekerja hingga dapat berinfak.
Kedua, adalah kumpulan ayat 133-135 dari surah Ali Imran, di mana diterangkan korelasi sangat kuat antara takwa dan semangat berinfak baik di kala lapang maupun susah, kemampuan mengekang emosi, kebiasaan berlaku bijak, tidak sombong mengumbar amarah, dan bila terjebak melakukan maksiat ia segera menyadari kesalahannya, ia selalu teringat kepada Allah, karenanya ia segera beristighfar dan bertobat. Demikian positif dan menyeluruhnya kandungan takwa, sehingga Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Abu Said al-Hudri, pernah menyampaikan bahwa takwa adalah kumpulan segala kebajikan.
Dalam konteks puasa untuk takwa, Ibnul Qoyyim al-Jauziah mencatat betapa aktivitas kehidupan Rasulullah saw. dalam berpuasa, beraneka dan sarat makna, dari yang berkategori ibadah murni, hingga aktivitas intelektual, sosial, bahkan  jihad. Fudhail bin Iyadh, ulama dan sufi terkemuka, bila datang bulan Ramadhan selalu bekerja dua kali lipat dari biasanya. Ketika hal ini ditanyakan kepadanya, ia menjawab,''Bukankah Rasulullah saw. melalui hadis Qudsinya pernah menyampaikan bahwa Allah akan melipatgandakan pahala kebajikan dari 10 hingga 700 kali lipat. Kecuali puasa, sebab itu khusus untuk Allah. Dan, Allah-lah yang memberikan kelipatan pahala yang lebih banyak lagi.''
Karenanya, lanjut Fudhail, ''Tak ada alasan bagiku untuk bermalas-malasan. Inilah bulan panen pahala, aku berpuasa, aku mendapat pahala. Aku bekerja sambil tetap berpuasa, aku mendapat pahala. Kemudian hasil kerjaku itu, sebagian akan aku infakkan. Dengan demikian aku mendapat keutamaan dan pahala tiga kali lipat.'' Cara pandang Fudhail adalah cara pandang yang sungguh berbeda dengan cara pandang berpuasa sebagian  masyarakat kita, yang mengidentikkan puasa dengan malas, tidur, dan ketidakproduktifan lainnya. jasa desain rumah bogor
Dalam pandangan Fudhail, puasa adalah suatu aktivitas ibadah yang sarat nilai religius, sekaligus sangat produktif dan kontributif. Karenanya, seperti alat pengungkapannya yang mempergunakan fi'il mudhari' (kata kerja yang menunjukkan dimensi waktu kini dan yang akan datang dengan aktivitas yang berkelanjutan dan inovatif) pastilah tujuan berpuasa yang diawali dengan sapaan terhadap orang yang beriman ini hanya dapat dicapai melalui aktivitas yang ikhlas, ihsan (profesional), dan dinamis.
Nah, bagaimana menurut anda? Kalau anda setuju silahkan share tulisan ini, Jika gak setuju yah komen aja yak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H