Indonesia, menjadi negara demokrasi yg berlandaskan Pancasila, memiliki prinsip-prinsip dasar, galat satunya ialah keadilan. Masih poly warga yang belum mampu mencicipi keadilan di negeri ini. Hal itu mirip yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28D ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, agunan, perlindungan, serta kepastian aturan yg adil serta perlakuan yg sama di hadapan aturan. tetapi penegakkan aturan sekarang terasa Tajam Kebawah Tumpul Ke Atas. kata ini ada waktu mulai banyaknya pengenaan vonis eksekusi yg dirasa tidak adil antara kaum kasta bawah menggunakan kaum kasta atas.
Nah jadi maksudnya aturan tajam kebawah tumpul ke atas itu jikalau rakyat biasa-biasa apalagi orang miskin melanggar hukum meskipun tidak fatal sekali, beliau bakal diberikan eksekusi yg sinkron Undang-Undang Dasar 1945 tanpa ada belas kasihan. Permasalahannya saat yg melanggar aturan itu merupakan orang kasta atas apalagi pejabat mereka tidak pada vonis dengan eksekusi yg setimpal. Mungkin sebab orang kaya dan pejabat itu bisa bayar pakar aturan alias advokat yg bisa membela dia menggunakan bayaran banyak, agar bagaimanapun caranya mereka bisa lolos dari eksekusi atau menerima hukuman yg ringan. Jadi yg kurang sempurna itu salahnya orang miskin yg tidak mampu membela dirinya atau penegak aturan yg telah ditentukan oleh pelaku kriminal atau kejahatan yang kaya pada membela dirinya.
Adanya kata tadi bukanlah tanpa sebab, Jika kita mengingat ulang keterangan isu yg beberapa tahun terakhir kita mampu melihat berbagai macam kejadian yg menandakan Tajam Kebawah Tumpul Ke Atas. buat mengingat lebih jelas ayo kita bandingkan perkara-kasus yg hangat serta viral di beberapa tahun lalu. Kita masih jangan lupa kasus mega proyek E-KTP yang rugikan negara mencapai 2,tiga triliun sang Setya Novanto. di kasus ini Setya Novanto yang menjabat sebagai koordinator dpr waktu itu divonis 15 tahun penjara menggunakan denda sebanyak Rp500 juta dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
Bagai langit serta bumi ada kasus nenek Asyani yang pada tuduh mencuri kayu jati dan dijatuhi vonis 1 tahun penjara serta denda Rp500 juta menggunakan subsider 1 hari penjara. poly perkara korupsi yg sangat merugikan negara kita. Terlepas berasal jeratan aturan, mereka mendapatkan hukuman ringan bahkan para terpidana masalah korupsi mendapat fasilitas-fasilitas yang glamor di dalam penjara. yang punya kekuasaan, yang punya uang, yg punya kuasa beliau layak dipotensi penegakan hukum berbeda menggunakan orang kalangan bawah yg lebih lemah dan tertindas pada kekuasaan hukum.
berasal kasus-kasus seberti ini lah kita mampu melihat pula dari pemikiran seseorang filsuf yang bernama Paul-Michel Foucault Lebih dikenal sebagai Michel Foucault artinya seorang filsuf Prancis, sejarawan pandangan baru, pakar teori sosial, pakar bahasa, dan kritikus sastra. Kekuasaan menurut Foucault bukan sesuatu yang telah ada atau datang begitu saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H