Dalam hal aksara, muncul pergeseran penggunaan aksara dari aksara Arab Melayu ke aksara Latin. Pergeseran ini merupakan konsekuensi dari kolonialisme yang menggunakan aksara Latin di sekolah-sekolah yang mereka dirikan. Demikianlah sekarang kita menggunakan aksara Latin, tidak lagi menggunakan aksara Arab Melayu.
Secara sosial, sastra Melayu tidak hanya ditulis oleh orang Melayu atau keturunan Arab, melainkan juga oleh orang Tionghoa. Di satu sisi itu menunjukkan diterimanya sastra Melayu secara luas di Nusantara. Di sisi lain, sampai batas tertentu hal itu menunjukkan terintegrasinya orang Tionghoa ke dalam sistem budaya Nusantara.
Semua perkembangan itu merupakan dinamika sosial-budaya masyarakat Nusantara yang terpancar lewat sastra Melayu.
Karena hikayat terlebih dulu hadir dibanding syair dan pantun, Apakah hikayat merupakan karya sastra melayu tertua?
Diperkirakan, hikayat pada mulanya merupakan tradisi lisan. Cerita yang didongengkan secara lisan. Itu sama dengan pantun, yang pada mulanya juga merupakan puisi yang dibacakan. Hikayat dan pantung dulunya tidak tertulis. Karenanya, sulit memastikan lebih dulu mana hikayat dan pantun muncul sebagai sastra Melayu. Sulit mencari buktinya. Tapi bisa dipastikan, sebagai tradisi lisan, hikayat dan pantun merupakan sastra Melayu yang paling tua. Mana yang lebih tua, hikayat atau pantun? Nah itu sulit dipastikan, karena sulit membuktikannya. Kita hanya bisa memastikan bahwa suatu karya sastra tua atau muda berdasarkan bukti tertulis.
Apa manfaat dari mempelajari sastra Melayu?
Dengan mempelajari sastra Melayu, kita tahu masa lalu sastra Indonesia. Kita bisa melihat sejarah perkembangan dan pergeseran sastra, dari sastra Melayu ke sastra Indonesia. Sastra Indonesia memiliki masa lalu. Sastra Indonesia berkembang dari sastra Melayu. Dan, sastra Indonesia tidak terputus dari sastra Melayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H