Saya sering melihat banyak sekali seseorang yang meratapi kisah cinta pribadinya. Ada yang mengatakan bahwa kehidupan percintaannya tidak menyenangkan, ada yang mengatakan bahwa ada unsur keterpaksaan dalam menjalaninya dan masih banyak lagi alasan-alasan lain.Â
Tapi menurut saya pribadi, pembahasan percintaan sama dengan meramu sebuah molekul yang tidak akan menemukan sebuah titik sempurna dan sama dengan lainnya. Cinta selayaknya pemikiran filsafati, masih menjadi misteri hingg saat ini.
Teringat salah satu curahan hati seorang teman dekat yang sedang berada di dua plihan yang saya rasa tidak mudah. Ketika seorang wanita yang berbicara tentang hati dan perasaan dan berujung cinta pada lawan jenis, tidak akan sama jika yang berbicara adalah seorang pria.Â
Emosi yang dikaitkan dengan perasaan si wanita sangat berpengaruh dan mendominasi rasa hingga perilaku sang wanita dan cenderung meluap-luap.Â
Tetapi, di kala pria yang merasakan hal yang sama, interaksi yang disebabkan dapat berbeda. Bukan emosi yang mendominasi, tetapi logika dan pikiran yang turut 'bermain' bersama luapan rasa cinta.
Lantas, adakah cinta yang tepat diwaktu yang tidak tepat?
Marilah kita sedikit berpikir secara ontologi. Hakikat sebuah cinta yang dirasa bagi Sebagian orang adalah sebuah candu atau letupan hormon yang dapat membuat si empunya bahagia? Bagaimana nasib para 'pejuang' cinta yang kebetulan hingga kini masih belum dapat mencicipi indahnya mencintai dan dicintai? Atau ada diantara kita yang hingga kini masih menjadi 'bucin' atau 'budak cinta' bagi pasangannya? Inikah yang dinamakan cinta yang adil. Mari kita petakan satu per satu.
Jika salah satu dari kita berada di pusaran hormon cinta yang benar-benar bisa membuat kita bahagia, anda dianggap orang yang paling beruntung di dunia. Hakikat cinta yang sama kadarnya dalam sebuah hubungan, rasa ikhlas, mencintai dan memberi sama rata. Kemudian bagi kita yang belum pernah mencicipi cinta yang hakiki, sugesti dan saran sebagian orang adalah bersabar.Â
Masalahnya bersabar di era yang serba canggih ini beda rasanya dengan sabarnya seseorang di jaman konvensional. Terakhir adalah bagi kita yang berada di putaran per-bucinan. Ini yang seringkali terlihat complicated alias ruwet (bhs jawa-red).Â
Si bucin pasti menganggap bahwa hal tersebut adalah pengorbanan hakiki yang tertinggi untuk memperjuangkan cintanya kepada pasangannya, tetapi, apakah si bucin ini mendapat perlakuan yang sama atau lazim dikenal dengan saling memberi atau take and give. Â
Keadaan dipersulit jika dibumbui dengan keikhlasan dalam memberi, meskipun sepihak. Apakah ini yang dinamakan cinta yang tepat diwaktu yang tidak tepat?