Mohon tunggu...
Ni NyomanDewi
Ni NyomanDewi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lascarya, Falsafah Dasar yang Wajib Dimiliki Pendidik

20 Maret 2019   21:20 Diperbarui: 20 Maret 2019   21:21 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di beberapa sekolah juga masih menyusun soal-soal ulangan harian, tengah semester, maupun penilaian akhir semester yang bertipe low order thinking skills (LOTS) alih-alih menyusun soal bertipe high order thinking skills (HOTS) sehingga ketika peserta didik telah lulus dari satu jenjang menuju jenjang lainnya kemudian dihadapkan pada soal bertipe HOTS akan cenderung menyalahkan soal yang sulit ketika mendapat nilai sedikit.

Oleh karena itu sebagai ujung tombak dari pendidikan yang berlangsung, seorang pendidik wajib memiliki kompetensi profesional dibidangnya dan yang jauh lebih penting adalah falsafah hidup sebagai pendidik. Salah satu yang bisa diadaptasikan adalah lascarya yang merupakan falsafah masyarakat Bali. Lascarya dapat diartikan sebagai keikhlasan dalam melakukan sesuatu. 

Revolusi industri dan pendidikan boleh terus berkembang, akan tetapi pendidik wajib memiliki keikhlasan dalam bekerja. Segala sesuatu yang dilakukan dengan ikhlas tentunya akan berpengaruh pada bagaimana pendidik menyelesaikan tanggung jawabnya dan menuntaskan janjinya pada negara, masyarakat termasuk dirinya sendiri untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika seorang pendidik sudah lascarya maka bukan tidak mungkin ia akan melakukan hal-hal berikut:

  • memiliki visi untuk menciptakan generasi emas Indonesia
  • menjadi pendidik yang merdeka dikelasnya berarti menjadi pendidik yang tidak hanya berpedoman pada kurikulum dari pemerintah, namun mengembangkannya sesuai tuntutan DUDI
  • memahami pentingnya pendidikan yang berkorelasi dengan industri dunia
  • mengembangkan kemampuan diri misalnya dengan berinisiatif sendiri untuk mengikuti workshop tanpa harus menunggu subsidi biaya dari pemerintah
  • berinovasi mengembangkan pendekatan heutagogi misalnya diawal semester membuat kesepakatan dengan peserta didik terkait proses belajar dan penilaian, termasuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dengan menambahkan selingan brain game baik dari teknologi komputer maupun permainan tradisional.
  • memanusiakan peserta didik dengan cara memberi contoh bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik, termasuk bagaimana memahami kemampuan masing -- masing peserta didik, ada yang cepat menyelesaikan persoalan, ada pula yang memerlukan waktu lebih banyak, hal ini sejalan dengan equity dalam pendidikan
  • memahami kebutuhan khusus setiap peserta didik, dimana ada peserta didik yang cenderung lebih menyukai pembelajaran yang bersifat visual, ada juga yang lebih menyukai audio, semua kebutuhan khusus masing-masing peserta didik hendaknya dapat terpenuhi
  • selalu senang berbagi ilmu dengan peserta didik maupun rekan sejawat, bukannya memendam semua ilmu yang dimilikinya sendiri

Pendidik yang lascarya kelak akan mampu menjadi inisiator tanpa menunggu kebijakan pemerintah. Ia menjadi penggerak bagi peserta didik untuk meraih cita-cita, berpikir global dengan tetap membumi. Mari melangkah bersama dengan keikhlasan untuk menghadapi tantangan era 4.0. Kita bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun