Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tiga Nafas Likas: Kisah Ketegaran Istri Pejuang Sumut

13 Oktober 2014   17:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:12 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_366040" align="aligncenter" width="300" caption="Poster Film 3 Nafas Likas"][/caption]

Di balik kesuksesan suami umumnya ada campur tangan wanita yang hebat. Dan sosok wanita bernama Likas Tarigan lewat ketegarannya mampu memberikan dukungan moril kepada pasangan hidupnya, Letjen Djamin Gintings, yang dikukuhkan sebagai pahlawan nasional asal Sumatera Utara. Yuk kenal lebih dekat dengan sosok Likas Tarigan dan Djamin Gintings.

Kisah hidup dua pasangan yang saling mencintai ini bisa disimak lewat film Tiga Nafas Likas yang akan dirilis pada 16 Oktober mendatang. Diceritakan dalam film ini Likas kecil yang tomboi dan cerdas tumbuh menjadi wanita yang tegar.

Likas sangat pandai bermain kelereng (gundu), bahkan ia sering menang melawan anak-anak laki sebayanya. Di sekolah, ia juga giat belajar karena ingin menjadi seorang guru. Kakak laki-lakinya, Jore, yang menjadi tentara kemudian membiayai sekolahnya dan Likas diantar ayahnya ke sekolah guru di Padang Panjang. Likas awalnya dilema apakah ia menurutkan cita-citanya atau tetap menemani ibunya yang nampak sedih dan berkata akan mati jika ia meninggalkannya. Namun, ayahnya meneguhkan niatnya karena hidup mati seseorang berada di tangan Tuhan.

Sayangnya setelah ia dinyatakan lulus dan kembali ke rumah, sosok ibu yang dicintainya tak nampak. Rupanya sang ibu telah berpulang dan ayahnya enggan memberitahunya karena takut mengganggu studinya. Likas tetap tegar dan iapun merantau dari desanya di Sibolangit dan hidup di Pangkalan Brandan untuk mengajar.

Likas tumbuh dewasa menjadi wanita yang memperjuangkan emansipasi. Pidatonya mendapat caci maki dan menjadi bahan tertawaan karena mayoritas forum tersebut diisi oleh pria. Ia berharap wanita Sumatera Utara bisa dihargai bukan hanya membantu pria bekerja di kebun atau sawah dan kemudian mengurus pekerjaan rumah yang serasa tak ada habisnya. Di antara para pria muda yang hadir di acara tersebut, nampak satu pemuda yang memperhatikannya.

Setelah menjadi guru, Likas merasa sangat berterima kasih kepada kakaknya. Sayangnya, setelah Jepang menduduki nusantara, tak lama kakaknya tewas. Sekolah tempat Likas mengajar pun porak-poranda sehingga ia terpaksa beberapa waktu tinggal di rumah.

[caption id="attachment_366046" align="aligncenter" width="300" caption="Proses Syuting 3 Nafas Likas (sumber: www.ceritamedan.com)"]

1413172337518115606
1413172337518115606
[/caption]

Ia kembali bertemu dengan pemuda tersebut yang bekerja sebagai tentara PETA. Likas tak menunjukkan simpatinya meskipun si pemuda bernama Djamin Gintings itu menunjukkan ketertarikannya dan rajin menuliskan surat untuknya. Surat-suratnya terongok di laci. Hingga temannyamenyarankannya untuk membalas surat tersebut untuk menyemangati sosok pemuda yang bertempur habis-habisan di medan laga.

Saya sudah menyukai film ini ketika melihat trailer-nya, dimana kota Medan dan wilayah Sumatera Utara lainnya nampak suram setelah diduduki Jepang dan kemudian kembali diserang oleh bom yang dilontarkan dari pesawat oleh pesawat sekutu. Saya menebak-nebak film ini adalah film tentang sejarah heroik seperti film Trilogi Merah Putih.

Tebakan saya rupanya kurang tepat karena masa-masa perang itu hanya sebagian dari keseluruhan cerita film ini dan tidak digambarkan secara penuh. Hanya ditonjolkan bom-bom dan serbuan peluru yang menghancurkan bangunan-bangunan hingga tempat pengungsian, juga kelebatan pesawat-pesawat tempur, dan pasukan Djamin Gintings yang bertahan di parit. Meski tidak ada baku hantam kedua belah pihak seperti di film perang pada umumnya, serangan udara ini nampak menyakinkan dan membuat saya tegang melihat nasib para pasukan Djamin dan para warga yang sibuk mengungsi.

Film ini lebih pas disebut film biografi tentang Likas Tarigan dan Djamin Gintings. Likas digambarkan sejak kecil hingga ia menua dimana ia diperankan oleh Tissa Biani Azzahra saat masih kanak-kanak dan Atiqah Hasiholan saat sudah remaja dan dewasa. Ada satu bagian yang menggelitik saya dan pasangan, dimana perubahan penampilan yang drastis antara Likas kecil dan remaja hanya berlangsung tiga tahun.Agak janggal melihatnya karena sosok Likas kecil seperti baru berusia maksimal 12 tahun sementara Likas remaja nampak sudah terlalu ‘dewasa’ untuk usianya. Mungkin akan lebih pas jika Likas kecil diperankan oleh aktris remaja atau ditambahkan pemain transisi agar perubahan fisik Likas nampak lebih halus.

Dari sinematografi, keindahan Sumatera Utara dari Sibolangit, Karo, dan kota Medan jaman dulu tertangkap baik oleh kamera. Saya akui inilah kehebatan sinema Indonesia atau buatan sineas asing yang syuting di nusantara. Panorama alam nusantara yang indah dan memanjakan mata menjadi salah satu modal berharga perfilman. Dari film 5 cm, Atambua, Java Heat, After The Dark, Pasir Berbisik, dan sebagainya menawarkan keindahan panorama alam pada mata penonton.

Untuk desain setnya, kostum pemain, suasana, dan bangunannya telah disesuaikan sesuai masa dalam film. Bahkan untuk menunjang cerita, ditampilkan juga sosok Soekarno lengkap dengan kacamata hitam khasnya turun dari Indonesian Airways setelah Indonesia diakui PBB tahun 1949 dan ketika Soeharto di teve setelah peristiwa G-30 S/PKI. Memang dari segi kostumnya, ada yang kurang detail, dimana ada beberapa bagian yang menampilkan para figurannya mengenakan kaus seperti kaus masa kini.

[caption id="attachment_366048" align="aligncenter" width="300" caption="Pemeran Utama 3 Nafas Likas (sumber: Flick Magazine)"]

1413172456659042643
1413172456659042643
[/caption]

Akting pemainnya cukup jempolan. Atiqah memberikan karakter tegas dan dialek bataknya pada sosok Likas remaja hingga paruh baya sebelum diestafetkan ke Tutie Kirana sebagai Likas saat usia senja. Sedangkan Vino G Bastian sebagai Djamin Gintings sudah tak diragukan lagi kemampuan aktingnya. Transformasi fisiknya juga nampak terlihat dengan rambutnya yang ikal, kulit yang sawo matang, dan dialek bataknya, cukup mirip dengan sosok asli Djamin Gintings. Pemeran lainnya seperti Tissa (Likas kecil), Arswendi Nasution (ayah Likas), Rina Hasyim, Ernest Samudra, Marissa Anita, Mario Irwinsyah, dan Olga Lidya juga memberikan performa yang cukup baik.

Sementara dari segi plotnya, saya merasa agak antiklimaks setelah perang berakhir dan Likas-Djamin merasakan masa-masa damai Indonesia meskipun ada intrik-intrik politik yang mempengaruhi karir Djamin Gintings.

Secara keseluruhan film yang disutradarai Rako Prijanto cukup bagus dan saya rekomendasikan untuk ditonton bersama sahabat atau pasangan anda. Anda akan lebih mengenal sosok Djamin Gintings yang namanya disematkan menjadi nama jalan di Medan. Dan Anda akan lebih menghargai sosok di balik Letnan Jenderal Djamin Gintings, wanita bernama Likas Tarigan yang telah kehilangan tiga nafasnya. Saya beri rating film ini 7,8/10.

Silakan saksikan filmnya di bioskop dan tetap cintai film nasional:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun