Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Semaraknya Pakaian Adat dari Berbagai Daerah

5 April 2017   15:11 Diperbarui: 5 April 2017   22:30 2676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setiap hari Kartini selalu ada hal menarik di kalangan anak-anak TK dan di berbagai institusi. Tak mau kalah dengan para perempuan dewasa di sejumlah institusi yang anggun berkebaya dan bersanggul, para anak-anak pun tampil warna-warni meriah dengan baju adat dari berbagai daerah.

Sebenarnya tidak ada hubungan antara peringatan hari Kartini dengan pawai baju daerah oleh anak-anak. Kalau dipikir-pikir malah lebih mantap jika diadakan pada saat tujuhbelasan. Waktu aku kecil juga biasanya diadakan pada saat pawai tujuhbelasan. Namun tak apa-apalah, menurutku kegiatan pawai baju daerah ini sangat positif sehingga makin sering diadakan juga makin baik. Anak-anak bisa sedari kecil diperkenalkan dengan budaya nusantara dimana begitu beragam. Salah satunya terlihat dari keragaman baju daerahnya, yang berwarna-warni dan indah. Bahkan, keindahan baju adat nusantara juga mendapat tempat di mancanegara, terbukti dengan diperolehnya penghargaan di ajang kontes dunia seperti Miss Universe dan Miss Grand International untuk kostum nasional terbaik. Sehingga warga Indonesia patutlah berbangga dan melestarikan salah satu kekayaan negeri ini.

Melihat para keponakan dan anak tetangga yang antusias mengenakan pakaian adat, aku jadi ingat waktu masih kecil. Karena rambutku panjang maka biasanya sanggul dibuat dari rambut sendiri, bukan konde pasangan. Agar mudah disanggul, dulu rambut disasak hingga kaku. Duh mataku sampai berair karena sakit banget proses penyasakan itu. Setelah disanggul dan mengenakan baju kebaya dan bawahan yang disebut jarit, sebagai langkah terakhir yaitu mengenakan selop. Jalan pun jadi pelan-pelan, tidak bisa berlarian. Setelah acara selesai, lagi-lagi aku menahan tangis. Rambut yang sudah disasak susah kembali ke bentuk awal. Harus keramas dan kemudian disisir perlahan-lahan hingga tidak kusut. Mungkin gara-gara sering kesakitan waktu masih kecil  itu aku jadi tidak suka disanggul klasik, lebih suka sanggul modern yang tidak terlalu banyak sasakan.

Ketika memasuki usia remaja maka kegiatan mengenakan kebaya dan sanggul menjadi berkurang. Rata-rata mengenakannya hanya saat prosesi wisuda dan ketika didaulat menjadi penerima tamu di pernikahan saudara. Itupun mengenakan sanggul modern sehingga lebih praktis. Saat dewasa maka kegiatan mengenakan kebaya dan sanggul yaitu saat menjadi pagar ayu, bertunangan dan ketika menikah. Khusus untuk acara pernikahan, saya mengawasi baik-baik baju pengantinnya agar sesuai dengan tema dan keinginan. Ya, pernikahan kan sakral dan sekali seumur hidup sehingga inginnya yang seistimewa mungkin. Jadilah sebuah gaun pengantin kebaya yang terpengaruh oleh gaya Jepang dengan adanya obi.

Meskipun jarang mengenakan pakaian adat Jawa, saya suka melihat-lihat koleksi kebaya dan kain bawahan. Ada beberapa rekan yang memberikan saya kebaya dan saya simpan baik-baik, hanya saya gunakan di acara khusus. Kebaya itu indah, detail, dan pengerjaannya itu perlu kerapian dan ketelitian. Ketika seorang perempuan mengenakan kebaya dan bersanggul maka auranya pun umumnya berubah menjadi lebih luwes dan anggun.  Kebaya membuat seseorang tampil seperti seorang puteri.

Baju adat memiliki fungsi yang beragam. Baju adat untuk keperluan menari, upacara, atau untuk pernikahan juga tentunya berbeda dengan baju adat untuk acara sehari-hari.

Baju adat nusantara itu indah dan mewakili setiap daerah. Perlengkapannya juga komplet dimana umumnya juga menyertakan hiasan kepala. Pakaian adat yang berkesan sederhana pun juga tetap menarik seperti pakaian adat suku Sasak yang praktis digunakan dan adem sehingga nyaman digunakan. Waktu itu sempat bercanda dengan teman-teman, untuk menikah dengan pakaian adat Sasak saja karena praktis hehehe.

Pakaian adat tentu bukan sekedar menutup tubuh. Di dalam sebuah pakaian tersebut terdapat kisah akan sebuah suku bangsa, adat-istiadatnya, filosofi di balik pakaian tersebut, dan pengaruh budaya yang bisa dilihat dari wujud pakaian tersebut. Baju pengantin adat Betawi, misalnya. Ada pengaruh Tionghoa di dalamnya. Baju adat yang sederhana dan bersifat praktis juga tentunya menyesuaikan dengan lingkungan geografis dan karakter dari masyarakat setempat.

Sebentar lagi peringatan Kartini, jadi ingin lihat pawai pakaian adat anak-anak. Pastinya menarik dan meriah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun