Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Payung yang Merekatkan Hati

10 Juli 2016   11:48 Diperbarui: 10 Juli 2016   12:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Penjaga Rasa Karya Bu Roselina Tjiptadinata (dokpri)

Momen ketika mendapatkan pinjaman payung dari seorang senior di sekolahnya merupakan episode yang mengubah hidup Roselina ke depannya. Sejak itulah terdapat benang pengikat antara kehidupan Helena Roselina Effendi dan kakak kelasnya, Andre Tjiptadinata hingga berpuluh-puluh tahun mendatang.

Ketika membaca momen romantis dalam buku Beranda Rasa karya Pak Tjiptadinata yang akrab disapa Pak Tjip, seulas senyum pun membayang dalam wajah saya. Ada gambaran dalam benak bagaimana momen tersebut terjadi. Sebuah adegan dalam drama kehidupan yang sederhana, tapi begitu berkesan bagi insan yang sedang kasmaran.

Saya bayangkan bagaimana waktu itu bu Rose yang masih remaja berdebar-debar apakah kakak kelasnya itu akan meminjamkannya payung sementara masih ada dua temannya yang juga menaruh perhatian pada kakak kelasnya tersebut. Seandainya bukan ia yang menerima payung itu, mungkin ia akan terus berdiam diri di aula sekolah hingga hujan reda atau ia malah lari menembus hujan untuk menumpahkan kekecewaan hatinya. Untunglah keduanya tidak terjadi, kak Andre memberinya payung tersebut dan seluruh siswa yang ada di aula Don Bosco tersebut bersorak dan bertepuk tangan. Itulah pernyataan cinta dari seorang Andre Tjiptadinata yang dikenang seumur hidup oleh bu Roselina.

Saya tidak mengenal kedua pasangan yang aktif menulis ini secara pribadi, tapi saya merasakan kehangatan dan ketulusan yang keduanya bagikan lewat tulisan-tulisan dan juga  kesediaannya menyisihkan waktu untuk ke Indonesia demi menghadiri even penting di Kompasiana. Keduanya pasti telah menganggap Kompasiana dan penghuninya sebagai bagian keluarga ataupun kawan berbagi, sehingga ikhlas merogoh dana jutaan untuk terbang dari Australia.

Pada acara Kompasianival di Taman Mini Indonesia Indah dan di Gandaria City saya langsung mengenali pasangan suami istri ini. Mereka begitu lekat satu sama lain. Dan mereka jarang bisa menikmati momen berdua karena hampir selalu ada Kompasianer yang mengajak ngobrol dan berfoto bersama. Saya termasuk yang ikut menodong foto rame-rame, namun ketika melihat antrian K'ers yang masih ingin berfoto atau mengobrol, saya pun memilih melihat keduanya dari kejauhan saja.

Bu Rose dan Pak Tjip di acara Kompasiana ke Istana(dokpri)
Bu Rose dan Pak Tjip di acara Kompasiana ke Istana(dokpri)
Dibandingkan suaminya, bu Rose atau bu Lina, nampak lebih pendiam. Ia sepertinya  wanita yang lebih ingin suaminya menonjol dibandingkan dirinya. Dari buku yang ditulis olehnya dan cerita dari sudut pandang Pak Tjip, memang terlihat bahwa bu Rose seorang istri yang benar-benar peduli pada suami dan kehidupan berumah tangganya sehingga rela mengambil putusan yang mungkin disayangkan oleh pihak yang kontra.

Ada dua kisah hidupnya yang terekam di bab terakhir Beranda Rasa yang menggambarkan situasi dimana ia harus memilih. Saat anak pertama sakit keras dan saat bu Rose berada di puncak karir. Ketika anak pertama sakit dan tidak punya biaya berobat, ia memilih mengorbankan cincin pernikahan mereka berdua agar tidak terlilit hutang. Begitu juga saat bu Rose berada di puncak karier di sebuah perusahaan asuransi. Ia rela meninggalkan jabatannya dan memilih mengikuti suaminya merantau dari satu kota ke kota lain seperti yang ia tuliskan di bukunya bertajuk Penjaga Rasa.

Meskipun bu Rose lebih berperan sebagai penjaga rasa Pak Tjip, saya melihat Beliau sebenarnya adalah wanita yang memiliki ketertarikan terhadap berbagai hal, teguh pendirian dan juga pekerja keras seperti pendamping  hidupnya. Tentang minatnya ke berbagai hal yang memperkaya pengalamannya, saya melihatnya dari keragaman topik tulisannya, bukan hanya tentang keluarga atau wanita, juga terdapat tulisan tentang pengalaman jalan-jalannya ke berbagai negara, kesannya terhadap Kompasiana, tentang reiki dan juga tentang dunia pendidikan yang pernah digelutinya cukup lama hingga kemudian memiliki berbagai anak asuh.

Saya menyukai semangat dan sikap pantang menyerahnya untuk mencapai kesuksesan. Meskipun saat memulai bekerja di sebuah perusahaan asuransi, bu Rose sudah berkepala lima, ia tetap bersemangat untuk mengejar prestasi hingga mendapat  penghargaan Champion Honor dari kantor pusat serta mendapat gaji bulanan dan bonus yang besar.

Masih ada banyak hal lain yang menarik dan bisa diteladani dari kisah hidup bu Roselina Tjiptadinata. Dari tulisan-tulisan bu Rose saya merasa wanita itu harus komplit, harus bisa lembut hati, setia, namun juga bersemangat dalam mengejar prestasi dan juga kuat menghadapi episode demi episode kehidupan. Jelang usia 73 tahun pada 18 Juli mendatang, saya berdoa agar bu Rose tetap sehat dan diberi kekuatan untuk selalu berbagi inspirasi lewat tulisan-tulisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun